Tawassul yang Syar’i

Dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, dijelaskan makna tawassul, “Makna tawassul menurut bahasa adalah taqarrub (mendekat). Dikatakan: ‘Seorang hamba mendekatkan (tawassala) diri kepada Rabbnya dengan wasilah (perantara/sarana/jalan), mendekatkan diri kepadaNya dengan amal perbuatan.’ Di dalam Al Quran: ‘Dan carilah jalan (al wasilah) yang mendekatkan diri kepada-Nya.’

Di dalam Al Qur’an disebutkan, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al Maidah: 35)

Jadi, manusia diperintahkan untuk mencari wasilah yang bisa mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Ini adalah dalil umum dibolehkannya tawassul.

Mengenai ayat tersebut, ketika menjelaskan “dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya,”  Ibnu Katsir dalam Tafsir Al Qur’an Al Azhim berkata, “Telah berkata Sufyan Ats-Tsauri dari Thalhah, dari ‘Atha’, dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma,  ‘(Bahwa makna wasilah) adalah al qurbah (peribadatan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah)’. Hal yang sama adalah sebagaimana juga dikatakan oleh Mujahid, Abu Waail, Al-Hasan, Qatadah, Abdullah bin Katsir, As Suddi, Ibnu Zaid, dan yang lainnya. Dan telah berkata Qatadah (tentang makna tersebut): Mendekatlah kepada Allah dengan menaati-Nya dan mengerjakan amalan yang diridhai-Nya.”

Namun, yang menjadi objek masalahnya adalah tawassul yang bagaimanakah itu?

Pada kesempatan kali ini kami akan menyebutkan cara-cara tawassul yang disepakati kebolehannya oleh ulama sepanjang masa. Dan mengenai cara-cara tawassul yang mana para ulama salaf dan mutaakhirin berselisih mengenai kebolehannya, akan kami bahas pada kesempatan yang lain, insya Allah.

1. Tawassul dengan Dzat Allah

Misalnya seseorang berdoa dengan redaksi: “Ya Allah…”

2. Tawassul dengan Nama-mana Allah yang Baik (Asma’ul Husna)

Di dalam Al Quran, Allah memerintahkan manusia untuk berdoad dengan menyebut nama Allah yang baik:

“Hanya milik Allah asmaul husna, Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna itu…” (QS. Al A’raf,  180)

Misalnya seseorang berdoa dengan redaksi, “Ya Rahman… Ya Rahim….”

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam doa beliau, “… Aku memohon dengan setiap nama-Mu, yang Engkau memberi nama diri-Mu dengannya, atau yang Engkau ajarkan kepada salah satu makhluk-Mu, atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau Engkau sembunyikan dalam ilmu ghaib di sisi-Mu…” (H.R Ahmad, shahih)

3. Tawassul dengan Shifat-shifat Allah

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdoa, “Wahai Dzat Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya), dengan rahmat-Mu aku memohon pertolongan” (HR. Tirmidzi nomor 3524, shahih)

4. Tawassul dengan Keimanan pada Allah

Di dalam Al Qur’an disebutkan doa kaum Ulul Albab:

“Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): “Berimanlah kamu kepada Tuhanmu”, Maka Kamipun beriman. Ya Tuhan Kami, ampunilah bagi Kami dosa-dosa Kami dan hapuskanlah dari Kami kesalahan-kesalahan Kami, dan wafatkanlah Kami beserta orang-orang yang banyak berbakti.” (QS Ali Imran: 193)

5. Tawassul dengan Ketauhidan kepada Allah

Di dalam Al Qur’an disebutkan redaksi doa Nabi Yunus ‘Alaihis Salam:

Dan (ingatlah kisah) Zun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: “Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zhalim.” (Al Anbiya’: 87)

6. Tawassul dengan Keimanan dan Ittiba’ pada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Di dalam Al Qur’an disebutkan doa kaum Hawariyin pengikut Nabi Isa Al Masih:

 “Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani Israel) berkatalah dia: “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?” Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: “Kami lah penolong-penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri. Ya Tuhan Kami, Kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah Kami ikuti rasul, karena itu masukanlah Kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah)” (QS. Ali Imran: 52- 53)

7. Tawassul dengan Meminta Doa orang Shalih yang Masih Hidup

Doa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu : Pernah terjadi musim kemarau pada masa Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka ketika Nabi Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam berkhutbah (di atas mimbar) sambil berdiri di hari Jum’at, tiba-tiba berdirilah (dalam riwayat lain : masuk) seorang A’rabi (dari penduduk Badui) (dari pintu yang searah mimbar) (menuju ke arah Darul Qadha’, sementara Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam sedang berdiri, lalu menghadap kepada Rasulullah sambil berdiri), lalu berkata : “Ya Rasulullah, telah musnah harta dan telah kelaparan (dalam riwayat lain: binasa) keluarga (dan dari jalan lain: telah binasa kuda dan kambing) (dalam riwayat lain : agar Dia menurunkan hujan kepada kami).”

Lalu Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam mengangkat kedua tangannya seraya berdoa (sehingga aku melihat kulit ketiaknya yang putih): (“Ya Allah, hujanilah kami, Ya Allah hujanilah kami, Ya Allah hujanilah kami).

(Dan orangpun mengangkat tangannya bersama Rasululah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam yang berdoa) (tidak disebutkan beliau memindahkan selendang dan tidak pula menghadap kiblat) dan (demi Allah) kami tidak melihat langit berupa awan dan tidak pula gumpalan awan (tidak ada sesuatu, dan tidak ada rumah, tidak ada gubuk antara kami). (Dalam riwayat lain : Anas berkata : Langit seperti kaca) (Ia berkata : Kemudian muncul dari gunung itu awan seperti beriring-iringan, maka ketika berada di tengah langit, awan itu menyebar dan menurunkan hujan)……” (HR Al Bukhari, disebutkan dalam Mukhtashar Shahih Al Bukhari)

Dari ‘Utsman bin Hanif, bahwa seorang laki-laki pernah datang kepada Nabi Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu berkata,  “Berdoalah kepada Allah agar Dia menyembuhkan aku!”

Nabi Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab,  “Jika engkau suka, aku akan berdoa untukmu. Dan jika engkau suka, aku akan menunda hal itu dan yang ini lebih baik bagimu.” (Dalam riwayat lain,  “Jika engkau suka maka hendaklah engkau bersabar, maka itu lebih baik bagimu.”)

Kemudian laki-laki itu berkata,  “Doakanlah!”

Maka Nabi Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam menyuruhnya berwudhu, lalu ia berwudhu dengan baik, lalu shalat dua raka’at dan berdoa dengan doa berikut,  “Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu dan aku menghadap kepada-Mu dengan (perantaraan) Nabi-Mu Muhammad, Nabi pembawa rahmat. Wahai Muhammad, sesungguhnya aku menghadap denganmu kepada Rabbmu untuk hajatku ini, maka laksanakanlah untukku. Ya Allah, syafa’atilah dia untukku (dan syafa’atilah aku untuknya).”

Perawi berkata,  “Lalu orang itu melakukannya, maka sembuhlah ia.”

(Dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam Al Musnad 4/138, At Tirmidzi dalam Syarhut Tuhfah 4/281-282, Ibnu Majah 1/418, Thabarani dalam Al Kabir 3/2 dan Al Hakim 1/313 yang semuanya dari jalan ‘Utsman bin ‘Umar – shahih)

Doa Abbas bin Abdul Muthallib Radhiyallahu ‘Anhu

Bahwa ‘Umar bin Al Khaththab Radhiyallahu ‘Anhu ketika terjadi kemarau, maka ia meminta hujan melalui (perantaraan) Al ‘Abbas bin ‘Abdil Muthallib, lalu mengucapkan, “Ya Allah, sesungguhnya kami dulu bertawassul kepada-Mu melalui Nabi kami, lalu Engkau turunkan hujan kepada kami. Dan sekarang kami bertawassul kepada-Mu dengan paman Nabi kami. Maka turunkalah hujan kepada kami.” Kemudian Anas berkata, “Lalu mereka diberi curahan hujan.” (HR. Bukhari dan yang lainnya)

8. Tawassul dengan Amal Shalih

Dalam hadits Al Bukhari mengenai tiga orang yang terperangkap dalam gua, salah satu diantaranya berdoa, “Ya Allah, dulu aku mempunyai dua orang tua yang telah lanjut usia, dan aku tidak pernah memberi minum susu kepada keluargaku maupun lainnya sebelumkeduanya. Pada suatu hari aku pergi jauh mencari sesuatu, dan aku baru kembali kepada keduanya dari menggiring ternak ke kandang ketika hari telah larut malam, sehingga keduanya sudah tidur. Seperti biasa kuperahkan susu untuk keduanya, dan kudapati keduanya masih tidur. Aku tidak mau memberikan susu itu kepada keluargaku maupun pada lainnya sebelum kuberikan pada keduanya. Maka aku menunggu hingga mereka bangun sambil tetap memegangi tempat minum di tanganku, sehingga fajar pagi pun menyingsing. Kemudian mereka berdua bangun dan meminum air susu itu. Ya Allah, jika apa yang pernah kulakukan itu semata-mata karena mengharap keridlaan-Mu, maka selamatkanlah kami dari bencana batu besar yang mengurung kami ini.”

9. Tawassul dengan Meninggalkan Maksiat

Dalam hadits Al Bukhari mengenai tiga orang yang terperangkap dalam gua, salah satu diantaranya berdoa, “Ya Allah, aku pernah terpikat oleh seorang gadis anak pamanku sendiri. Begitu besar cintaku kepadanya, sehingga akupun pernah memintanya agar menyerahkan dirinya. Tetapi ia menolak, hingga datang masa kemarau yang panjang yang membuatnya melarat. Lalu ia datang kepadaku dan kuberikan kepadanya seratus duapuluh dinar, dengan syarat ia mau bercampur dan menyerahkan dirinya kepadaku. Akhirnya ia pun setuju. Tetapi ketika aku sudah dapat menguasainya sedemikian rupa, tiba-tiba ia berkata : ‘Aku tidak membolehkanmu memecahkan (dalam riwayat Muslim disebutkan : Wahai hamba Allah, takutlah kamu kepada Allah, jangan kamu buka) tutup itu kecuali dengan haknya (yaitu dengan pernikahan)’. Maka aku pun terhindar dari dosa menggaulinya. Lalu kutinggalkan dia, padahal dia adalah orang yang sangat kucintai, dan kutinggalkan emas (dinar) yang kuberikan padanya itu. Ya Allah, jika apa yang kuperbuat itu semata-mata karena mengharap ridha-Mu, maka bebaskanlah kami dari bencana ini.”

Orang ini bertawassul dengan perbuatannya meninggalkan maksiat zina yang dulu ia sangat berkesempatan melakukannya.