Kitab-kitab Sunan dalam Hadits

Para pelajar hendaklah mendalami kitab-kitab sunan seperti Kutub As Sittah, Al Muwaththa’ karya Imam Malik, dan Musnad karya Imam Ahmad.

Yang dimaksud dengan Kutub As Sittah; adalah Ash Shahihain, Sunan Abu Dawud, Jami’ at-Tirmidzi, Sunan An Nasa’i dan Sunan Ibnu Majah.

Yang dimaksud dengan kitab Sunan adalah kitab yang ditulis dengan mengikuti urutan bab fiqh, seperti iman, thaharah, salat, zakat, dan seterusnya, dan kebanyakan berisi hadits marfu’, sedikit dan jarang sekali memuat khabar mauquf.[1]

1. Sunan Abu Dawud

Penyusunnya adalah Abu Dawud Sulaiman bin Al Asy’ats bin Ishaq Al Azdi As Sijistani. Beliau mengkhususkan kitabnya dengan hadits-hadits hukum, di dalamnya tidak terdapat kitab zuhud dan fadha-ilul a’mal. Di dalam surat beliau kepada penduduk Makkah, dalam mengomentari kitabnya sendiri (h.34), beliau berkata, “Dan tidaklah aku menyusun di dalam kitab As Sunan ini melainkan hadits-hadits hukum, tidak aku masukkan kitab zuhud, fadha-ilul a’mal, dan hal lainnya.”

Kitab beliau yang bernama As Sunan adalah salah satu kitab yang sangat dibutuhkan, hanya saja beliau tidak mempersyaratkan derajat shahih untuk hadits yang tercantum di dalamnya. Sehingga di dalamnya berisi hadits shahih,  hasan, shalih, dha’if, dan munkar.

Beliau juga tidak mempersyaratkan disebutkannya semua hadits tentang suatu bab, tetapi hanya dipilihkan yang bermanfaat saja, dan kadang-kadang beliau menyebutkan satu hadits dari jalan yang berbeda-beda karena ada ziyadah, baik dalam matan maupun sanad. Dan kadang-kadang pula dibicarakan pada sebagian hadits tentang i’lalnya, menyebutkan ikhtilaf (perbedaan) perawinya.

Beliau telah membicarakan kitab Sunan-nya secara terperinci di dalam surat yang beliau tulis untuk penduduk Makkah. Ini adalah surat yang sangat bermanfaat, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala. Memberikan rahmat kepada beliau dengan rahmat yang luas.

2. Jami’ At Tirmidzi

Penyusunnya adalah Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah, bin Musa bin Adh Dhahhak As Sulami, Al Bughi, At Tirmidzi. Beliau mengalami kebutaan di akhir usianya.

Sebagaimana yang telah saya baca di dalam suatu manuskrip kitab Jami’ yang mu’tamad, yang benar kitab Imam Tirmidzi bernama Al Jami’ Al Kabir. Kemudian ada yang menyebutnya secara berlebihan dengan nama Al Jami’ Ash Shahih, tetapi nama inilah yang  masyhur. Hanya saja, di dalam kitab ini terdapat sejumlah hadits dha’if, munkar, dan maudhu’.

At Tirmidzi adalah murid Imam Bukhari, dan pengikut beliau dalam metode penulisan hadits. Beliau juga banyak menukil pendapat Imam Bukhari dalam membicarakan kondisi periwayat, sima’ (cara mereka mendengarkan hadits), dan i’lal terhadap hadits periwayat tersebut.

Metode penulisan Kitab Jami’ ini berbeda dengan metode yang digunakan oleh Abu Dawud dalam menuliskan kitab Sunan, khususnya At Tirmidzi memasukkan bab-bab tentang zuhud dan fadha-ilul a’mal, bab yang tidak dicantumkan di dalam Sunan Abu Dawud.

Kitab ini adalah kitab yang menyeluruh, besar manfaatnya, terkumpul di dalamnya ilmu riwayah hadits, dirayah, i’lal, ahwal rijal, dan madzhab-madzhab ahli ilmu dalam bab fiqh. Hanya saja At Tirmidzi di dalam kitabnya ini menggunakan istilah-istilah tersendiri untuk menyebut status kualitas hadits-haditsnya. Tindakan ini memungkinkan terjadinya perbedaan pengertian dengan para ulama’ lainnya. Istilah itu antara lain hasan shahih, hasan gharib, hasan shahih gharib, atau hasan laisa isnaduhu bidzalika ll qaim (hasan tetapi sanadnya tidak lurus).

Di dalam buku ini bukan tempatnya untuk menjelaskan maksud dari istilah-istilah tersebut. Saya telah membahasnya secara sederhana  di dalam Syarah (penjelasan) terhadap kitab Al Mauqidhah karya Adz Dzahabi, dan Al Hasan fi Mizan Al Ihtijaj. Dan kadang-kadang At Tirmidzi terlalu sembrono dalam menentukan status tersebut, dengan segala perbedaannya, sebagaimana telah saya jelaskan di dalam beberapa tulisan.

Secara umum kitab ini termasuk kitab yang sangat bermanfaat.

3. Sunan An Nasa’i

Penyusunnya adalah Ahmad bin Syu’aib bin ‘Ali bin Sinan bin Bahr bin Dinar Abu ‘Abdurrahman An Nasa’i.

Di dalam kitab sunan ini terdapat hadits shahih, dha’if, dan sangat dha’if.

Adalah suatu kesalahan apabila ada yang menganggap hadits dalam Sunan An Nasa’i semuanya shahih. Di dalam kitab ini ada ungkapan terhadap sebagian hadits yang tidak difahami dengan baik kecuali oleh orang yang telah diberikan ilmu dan pengetahuan oleh Allah. Di dalam kitab ini terdapat pembahasan tentang i’lal dan perbedaan pendapat. Kitab ini terhadap kitab-kitab sunan bagaikan satu mutiara di dalam untaian permata

Apabila disebut Sunan an-Nasai saja maka yang dimaksudkan adalah Sunan Al Mujtaba, yaitu sunan karya beliau yang Sughra, Beliau juga memiliki Sunan Kubra. Kitab Al Mujtaba bukanlah kitab hasil ringkasan murid beliau, Ibnu As Suni, sebagaimana didakwakan oleh sebagian ulama. Al Mujtaba’ adalah karya beliau dan hasil seleksi beliau. Allahu a’am.

4. Sunan Ibnu Majah

Penyusunnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah, Ar Rabi’iy Al Qazwainiy.

Kitab beliau ini cukup bermanfaat, hanya saja kedudukannya di bawah lima kitab hadits terdahulu. Di dalam kitab ini terdapat banyak hadits-hadits dha’if, dan sejumlah hadits.

Catatan;

Apabila ahli hadits mengatakan, “Hadits yang diriwayatkan atau dikeluarkan oleh As Sittah” maka maksud dari ungkapan tersebut adalah hadits yang dicantumkan di dalam kitab Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Jami’ At Tirmidzi, Sunan An Nasa’i, dan Sunan Ibnu Majah.

Dan apabila dikatakan, “Diriwayatkan atau dikeluarkan oleh Al Arba ’ah”, maka yang dimaksudkan adalah Sunan Abu Dawud, Jami’ At Tirmidzi, Sunan an- Nasa’i, dan Sunan Ibnu Majah.

5. Muwaththa’ Imam Malik

Kitab Muwaththa’ adalah, kitab yang ditulis dengan urutan sesuai bab-bab fiqh, hanya saja berbeda dengan kitab Sunan dari segi kandungan kadis marfu’, mauquf dan maqthu’

Imam Malik adalah Malik bin Anas bin Malik bin Abu Amir bin Amru bin Al Harits, Abu Abdillah Al Madaniy, syaikhul Islam, dan Imam Darul Hijrah.

Muwaththa’ memuat hadits shahih yang jumlahnya sangat besar, dan sedikit hadits dha’if. Di dalamnya terdapat kata mutiara yang tidak ada hukumnya kecuali apabila jelas sanadnya.

Tentang kitab ini Imam Syafi’i berkomentar, “Aku tidak mengatahui adanya kitab yang paling shahih setelah kitabullah, selain dari Muwatha’ karya Imam Malik”. Komentar Imam Syafi’i ini dikemukakan sebelum adanya kitab Shahih Bukhari dan Muslim. Sebab ummat telah sepakat bahwa kitab yang paling shahih setelah Al Qur’an adalah Shahihaini.

Di dalam kitab Al Muwaththa’ ada pendapat-pendapat dan hukum-hukum menurut imam Malik yang harus dipegangi dengan kuat.

6. Musnad Imam Ahmad

Musnad adalah kitab yang disusun oleh pengarangnya dengan mengurutkan daftar nama shahabat, lalu ditampilkan hadits-hadits yang periwayatannya sampai kepadanya, dari seorang shahabat tertentu di dalam musnad shahabat tersebut, kemudian shahabat lain di dalam musnad shahabat lainnya. Demikianlah kitab ini disusun, dengan mengesampingkan tema hadits.

Kitab musnad yang paling terkenal, paling luas, paling banyak manfaatnya adalah Musnad Imam Ahmad bin Hanbal. Ada yang mengatakan, kitab ini memuat sekitar 40.000 hadits, ada yang menyebutkan 30.000 hadits, atau mendekati angka tersebut. Sesungguhnya naskah Musnad Imam Ahmad yang sudah dicetak berulang-ulang kandungan haditsnya mencapai 27.688 buah hadits. Allahu A’lam bish-Showab.

Kitab ini memuat hadits shahih, hasan dan da’if, bahkan di dalamnya terdapat pula beberapa hadits maudhu’, meskipun hanya sedikit, tidak seperti pengakuan sebagian orang yang menyangka tiada hadits maudhu’ di dalam kitab ini.

Kitab ini merupakan salah satu kodifikasi hadits yang sangat diperlukan, oleh ummat Islam. Penyusun memulai kitabnya dengan musnadnya 10 orang shahabat yang telah dijanjikan surga, didahulukan Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar, Utsman, Ali, kemudian shahabat yang lainnya yang termasuk sepuluh itu. Kemudian disebutkan hadits Abdurrahman bin Abu Bakar, kemudian tiga hadits dari tiga orang shahabat, kemudian musnad Ahlul Bait,dia menyebutkan hadits-hadits mereka, demikian seterusnya sampai tuntas dengan hadits Syidad bin Al Had radhiyallahu ‘anhu.

_______________________________


[1] Ar-Risalah al-Mustathrafah, al-Kutabi, h.32, dengan perubahan redaksi

_______________________________

Amru Abdul Mun’im Salim