Pengertian Hadits Syadz

Definisi

مَا خَالَفَ فِيْهِ الْمَوْصُوْفُ بِالضَّبْطِ مَنْ هُوَ أَضْبَطَ مِنْهُ، أَوْ مَا انْفَرَدَ بِهِ مَنْ لاَ يَحْتَمِلُ حَالَةَ قُبُوْلِ تَفَرُّدِهِ

Adalah apabila hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang bersifat dhabit menyelisihi rawi yang lebih dabith darinya, atau apabila hadits diriwayatakan seorang diri oleh rawi yang tidak ada kemungkinan dapat dapat diterima riwayatnya secara kesendirian

Penjelasan Definisi

Rawi yang bersifat dhabith adalah rawi yang haditsnya dapat diterima baik karena ia siqah hafidh, siqah, siqah yukhthi’, atau shaduq hasan Al hadits

Rawi yang lebih dhabith; yaitu rawi yang tingkatnya lebih tinggi dari rawi pertama dari segi kedhabithannya. Iistilah Siqah lebih tinggi dari shaduq. Rawi yang dinyatakan siqah oleh Ibnu Ma’in, Ahmad, Nasa’i dan Abu Hatim lebih tinggi kedudukannya daripada rawi yang dinyatakan siqah oleh Ibnu Ma’in dan an-Nasa’i saja. Siqah hafidh lebih tinggi dari pada siqah saja. dan seterusnya.

Hadits yang dibawakan oleh rawi yang siqah apabila ia riwayakan seorang diri dengan matan yang munkar. Atau bersendiri dengan hadits dari seorang hafidh besar tetapi tidak diikuti oleh murid-murid yang lainnya

Syadz kadang-kadang terjadi pada matan, dan kadang-kadang terjadi pada sanad. Insya Allah akan diberikan contoh untuk masing-masing jenis tersebut.

Contoh 1: Hadits dari rawi yang dhabith bertentangan dengan rawi yang lebih dhabith daripadanya dalam hal matannya.

Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam kitab Sunan (92337) dengan jalan sebagai berikut;

حَدَّثَنَا هَمَّامٌ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنِ الْحَسَنِ عَنْ سَمُرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ غُلَامٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ وَيُدَمَّى

Hammam bin Yahya berkata, Telah menceritakan kepadaku Qatadah, dari Al Hasan, dari samurah dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda, “Setiap bayi tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh, kemudian dicukur rambut kepalanya dan diberi nama”.

Abu Dawud berkata Hamam berselisih dalam hal ini, dan bdia meragukan riwayat dari Hammam. Mereka mengatakan “Yusamma” (diberi nama) sedangkan Hammam mengatakannya “Yudamma”.

Hammam, meskipun muridnya Qatadah, tetapi bukanlah termasuk murid pada generasi pertama, tetapi ia seorang murid yang mengandung keraguan dalam meriwayatkan hadits dari Qatadah, meskipun dia siqah. Banyak murid Qatadah yang lainnya dan yang lebih dhabith dari Hammam meriwayatkan hadits yang berebeda dari hadits yang diriwayatkannya. Para rawi itu menggunakan kata ‘Yusamma’. Di antara mereka adalah Sa’id bin Urwah (yang merupakan murid Qatadah yang paling kuat) dan Aban bin yazid Al ‘Athar. Dengan demikian, hadits yang diriwayatkan oleh Hammam dengan lafadz seperti ini adalah syadz. Yang shahih adalah hadits yang diriwayatkan oleh jama’ah.

Contoh 2, Hadits dari rawi yang dhabith bertentangan dengan rawi yang lebih dhabith daripadanya dalam hal sanadnya.

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad (5:382,402), Bukhari (1:52), Muslim 1:228), Abu ‘Awanah (1:198), Abu Dawud (23) at-Tirmidzi (13), an-Nasa’i (1:19,25) Ibnu Majah (305), dengan jalan

عَنِ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ حُذَيْفَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَى سُبَاطَةَ قَوْمٍ فَبَالَ عَلَيْهَا قَائِمًا فَأَتَيْتُهُ بِوَضُوءٍ فَذَهَبْتُ لِأَتَأَخَّرَ عَنْهُ فَدَعَانِي حَتَّى كُنْتُ عِنْدَ عَقِبَيْهِ فَتَوَضَّأَ وَمَسَحَ عَلَى خُفَّيْهِ

Dari Al A’masy, dari Abu Wa’il, dari Hudzaifah bin Al Yaman, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendatangi tempat pembuangan suatu kaum lalu beliau kencing di sana dengan berdiri, lalu aku datang untuk berwudhu, lalu aku pergi untuk meninggalkannya, lalu beliau memanggilku sehingga aku ada di belakang beliau, lalu beliau berwudhu dan mengusap khufnya.

Hadits seperti ini diriwayatkan pula dari Al A’masy oleh sejumlah ulama’ seperti Ibnu ‘Uyainah, Waki’, Syu’bah, Abu ‘Awanah, Isa bin Yunus, Abu Mu’awiyah, Yahya bin ‘Isa ar-Ramly, dan Jarir bin Hazm

Tetapi Abu Bakar bin ‘Iyasy menyalahi riwayat mereka. Status akurasi Ibnu ‘Iyasy adalah siqah tetapi memiliki beberapa kesalahan. Dia meriwayatkan hadits tersebut dari Al A’masy, dari Abu Wa’il, dari Al Mughirah bin Syu’bah

Abu Zur’ah ar-Razi mengatakan, “Abu Bakar bin ‘Iyasy telah melakukan kesalahan dalam hadits ini. Yang benar adalah hadits dari Al A’masy dari Abu Wa’il, dan Hudzaifah”. Dengan demikian sanad hadits yang diriwayatkan melalui Abu Bakar bin ‘Iyasy adalah syadz, Allahu a’lam.

Contoh 3, hadits yang tidak terima karena diriwayatkan seorang diri oleh orang yang tidak mungkin diterima riwayatnya dalam kesendiriannya, pada matan.

Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (1297), Ibnu Majah (1387), Ibnu Khuzaimah (1216), ath-Thabrani di dalam Al Kabir (1:243) dengan jalan dari Abdurrahman bin Bisyir bin Al Hakam, dari Musa bin Abdul ‘Aziz Al Qanbari, dari Al Hakam bin Aban, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas …. hadits tentang salat tasbih.

Musa bin Abdul Aziz Al Qanbari termasuk rijal yang shaduq, hanya saja haditsnya tidak dapat diterima bila diriwayatkan hanya dari jalan dirinya saja, seperti halnya hadits tersebut di atas. Al hafidz Ibnu Hajar di dalam at-Talkhish Al Habir (2:7) berkata, “Hadits Ibnu Abbas mendekati syarat hasan, hanya saja ia syadz karena beratnya kepribadiannya, dan tidak adanya tabi’ dan syahid (pendukung) dari jalan yang mu’tabar, dan berbedanya cara melakukan salat tasbih dengan berbagai salat lainnya. Sedang Musa bin Abdul Aziz meskipun dia shaduq shalih tidak mungkin diterima riwayat yang datang darinya seorang diri”

Sebagian ulama’ berpendapat bahwa hadits Musa bin Abdul Aziz ini munkar, tetapi sebagian lainnya menyatakan syadz. Menurut kami keduanya benar. Syadz khusus berkaitan dengan kedhabithan, dan shaduq adalah termasuk kategori dhabith, hanya saja ia ada setingkat di bawah siqah. Sedangkan munkar khusus berkaitan dengan dha’if, dan lemahnya tingkat shaduq merupakan salah satu indikasi kedha’ifan. Sehingga apabila ia meriwayatkan hadits seorang diri atau menyalahi riwayat yang lain, dinamakan syadz atau munkar tidak menyalahi kaidah dalam ilmu mushthalah hadits. Allahu a’lam.

Contoh 4, hadits yang tidak terima karena diriwayatkan seorang diri oleh orang yang tidak mungkin diterima riwayatnya dalam kesendiriannya, pada sanad.

Diriwayatkan oleh Abdul Majid bin Abdul Aziz bin Abu Ruwad, dari Malik, dari Zaid bin Aslam, dari ‘Atha’ bin Yasar, dari Abu Sa’id Al Khudriy ra secara Marfu’; Sesungguhnya perbuatan itu dengan niat

Abdul Majid ini dinyatakan siqah oleh beberapa orang, tidak hanya seorang ulama’. Hanya saja dia meriwayatkan seorang diri dari Malik dengan sanad seperti ini. Yang benar dari riwayat malik dan yang lainnya adalah dari yahya bin Sa’id Al Anshari, dari Muhammad bin Ibrahim, dari Alqamah dari Umar bin Khaththab. Dengan demikian hadits Abdul majid adalah syadz.

Yang harus diingat, bahwa periwayatan hadits seorang diri dari seorang rawi, baik pada sanad ataupun matan, adalah salah satu jenis dari kesalahan, ketika dia meriwayatkannya dalam bentuk tertentu, dan menyalahi riwayat para rawi lainnya yang tidak menyebutkan riwayat seperti itu.

Hadits Mahfudz dan Ma’ruf

Lawan dari syadz adalah mahfudz, dan lawan dari munkar adalah ma’ruf.

Maksudnya, ketika terjadi perbedaan antara rawi yang dhabith dengan yang lebih dhabith, riwayat yang rajih (kuat) itu dinamakan mahfudz.

Dan ketika terjadi perbedaan antara rawi yang dha’if dengan rawi yang lebih kuat maka riwayat yang rajih dinamakan ma’ruf.

Amru Abdil Mun’im Salim