8 Penyelewengan Aqidah Syi’ah Al Khumaini Menurut Syaikh Sa’id Hawwa

Tahun 1978/1979 telah menyaksikan kebangkitan besar-besaran pengaruh Syi’ah di bawah kepimpinan Ayatullah Khumaini menjatuhkan kepimpinan diktator Syah Iran, Muhammad Reza Pahlavi. Proklamasi Khumaini terhadap pembentukan Republik Islam Iran untuk menggantikan kerajaan Syah Iran, dilihat oleh dunia sebagai pencetusan suatu momentum besar terhadap kebangkitan kembali pemerintahan Islam di dunia.

Namun, menurut Ustadz Hazrizal Abdul Jamil, penelitian yang dibuat terhadap Republik Islam Iran telah memperlihatkan kenyataan yang berbeda. Ia adalah sebuah kebangkitan yang amat khusus mewakili kelompok Syi’ah Imamiah semata-mata tanpa sembarang bekerjasama visi dan misi dengan Sunni.

Almarhum Syaikh Sa’id Hawwa yang memimpin gerakan Islam di Syria telah berkunjung ke Iran untuk bertemu sendiri dengan Khumaini dan meneliti sejauh mana Khumaini serius di dalam usahanya membebaskan bumi Palestina yang terjajah. Akan tetapi, hakikatnya adalah sangat mengejutkan. Bagi Said Hawwa, Khumaini dan Revolusinya itu, hanyalah lanjutan kepada makar Syi’ah yang dusta. Sekembalinya beliau dari Iran, Said Hawwa telah menulis sebuah makalah bertajuk Al Khumainiyah: Syudzuz fi Al ‘Aqaid wa Al Mawaqif (Khumainisme: Keganjilan Pada Aqidah dan Pendirian Politik). Khumaini telah melanjutkan celaan Syi’ah terhadap para Sahabat, bahkan peminggiran secara terorganisir terhadap ajaran Ahli Sunnah dan identitas selain Syi’ah yang telah dilakukan secara terang-terangan.

Syaikh Sa’id Hawwa telah menguraikan dengan terperinci segala perkembangan aktual golongan Syi’ah pasca Revolusi Iran di tanah air umat Islam. Hakikat Hizbullah dan Harakah Al Amal, perkembangan di Lebanon, Syria, Turki, Pakistan dan India, pemisahan Pakistan Timur (Bangladesh), bahkan mengunjur hingga ke Afrika, semuanya menggambarkan siapakah sebenarnya pendukung Khumaini sma dan apakah hakikat mereka. Catatan paling hitam peperangan Iran – Iraq telah meninggalkan kesan yang amat mendalam kepada kekuatan umat di wilayah tersebut.

Beliau juga menjelaskan tentang kerjasama-kerjasama khusus Iran dengan negara-negara seperti Libya, Lebanon, bahkan dengan Israel dan Uni Soviet. Said Hawwa menekankan tentang lawatan terus menerus wakil-wakil kerajaan Soviet Union ke Iran yang mana semua itu kontradiktif dengan seruan-seruan Khumaini di era Revolusi Iran yang diperjuangkannya.

Dalam kitab tersebut, Syaikh Sa’id Hawwa menyebutkan, semenjak tersebarnya pengaruh Syi’ah yang mempunyai berbagai tafsiran dan pandangan agama yang ganjil-ganjil, menyebabkan banyak kerusakan terjadi, lebih-lebih lagi dalam aspek aqidah. Adapun pengaruh tersebut kadang-kadang akan membawa kepada kekufuran.

Setelah itu timbullah berbagai firqah (kelompok/kumpulan) dalam Syi’ah seperti Ismailiah, Nusairiah, Alawiyyah, Druze, dan lain-lain yang merupakan kelompok-kelompok Bathiniah yang bersepakat dalam mengkafirkan kelompok Ahli Sunnah wal Jamaah dan Syi’ah Istna ‘Asyariyah.

Sesungguhnya Syi’ah Itsna ‘Asyariyah (yang diimani oelh Al Khumaini) banyak berselisih dalam berbagai masalah Ushul dan furu’ dengan kelompok-kelompok tersebut namun mereka itu dianggap rakan karib dalam memerangi kelompok Ahli Sunnah wal Jama’ah.

Di anntara Aqidah dan pegangan nyeleneh yang diimani oleh Khumaini secara ringkas, sebagaimana disebutkan Syaikh Sa’id Hawwa adalah sebagai berikut:

1. Berlebihan dalam Berpegang kepada 12 Imam Mereka (konsep Imamah)

Sebagaimana maklum bahwa pengikut agama Kristen (setelah agama mereka diubah) menjadikan Nabi Isa ‘Alaihis Salam sebagai Tuhan, begitulah juga Al Khumaini dan pengikutnya, mendakwa Imam-imam mereka itu maksum (dari tersalah, lupa, lalai, tidak pernah lakukan dosa) bahkan wajib bagi setiap pengikut Syi’ah menganggapnya sebagai perkara ushul yang perlu diimani.

Sebagaimana yang dinyatakan oleh Al Kulaini dalam kitabnya Ushul Al Kafi (kitab yang paling muktabar selepas Al Quran di sisi Syi’ah) mereka mengatakan bahwa Imam-imam mereka lebih tinggi kedudukan dari Nabi-nabi termasuk Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.[1]

Mereka juga berpendapat bahwa Imam-imam mereka menyamai dengan Ilmu Allah dalam mengetahui perkara-perkara ghaib.[2]

Perkara-perkara tersebut dinyatakan senndiri oleh Khumaini dalam kitabnya: “Adapun perkara yang wajib berpegang dalam mazhab kita, bahwa tidak ada yang boleh menyamai kedudukan Imam-imam kita walaupun siapa pun Malaikat dan Nabi sekalipun yang diutus.”[3]

2. Berpendapat bahwa Al Quran telah diubah dan diputarbalikkan

Mereka berpendapat bahwa Al Quran telah diubah dengan beberapa tambahan dan pengurangan. Aqidah ini muncul secara jelas ketika kurun ke-2 Hijriyah.

Kemudian dihidupkan kembali pada era pemerintahan Safavid oleh Mirza Hussien Al Nuri Al Thabarisi pada kurun ke-13 Hijriyah melalui kitabnya “Faslu Al Khitab fi Ithbat Tahrifi Kitabi Rabbil Arbab.” Dalamnya memuatkan lebih dari 2000 riwayat yang dianggap Syi’ah sudah diseleweng.

Imam Al Kulaini ada menyatakan dalam kitabnya: “Sesungguhnya apa yang benar pada kita sekarang adalah Mushaf dari Fatimah saja.”[4]

Begitu juga Imam Al Baqir ada menyatakan: “Sesungguhnya banyak dan jelas tentang pengurangan Al Quran dan penukarannya”[5]

Al Khumaini ada menyatakan dalam Kasyful Asrar: “Perkara ini amatlah mudah bagi mereka (sahabat-sahabat Nabi), bahwasanya mereka semua telah mengeluarkan sebagian dari riwayat dan ayat-ayat Al Quran dan memindah masuk dari kitab-kitab Samawi lain dengan penelewengan.”

3. Pandangan mereka terhadap hadits-hadits Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam

Telah bersepakat kesemua pengikut Syi’ah bahwasanya tidak boleh behujjah (tidak boleh dijadikan hukum dan panduan) dari Sunnah Nabi kecuali apa yang selari dengan pegangan mereka. Mereka menyatakan bahwa umat Islam keseluruhannya telah murtad selepas kewafatan Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, kecuali empat orang saja (Salman Al Farisi, Miqdad bin Aswad, Abu Dzar Al Ghifari, Ammar bin Yassir).

Banyak dari hadits yang sampai kepada tahap Mutawatir [6] mereka menafikannya dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Begitu juga hadits-hadits Shahih yang tidak sesuai dengan pandangan mereka dikatakan palsu.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Syeikh Muhammad Hassan Ali Kasyif Al Ghita’: “Adapun periwayatan Hadis Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang sanadnya melalui Abu Hurairah, Samurah bin Jundub, Marwan bin Al Hakam, Imran bin Hattan, Amru bin Al Ash, di sisi Syi’ah Imamiah tidak mengakui kedudukan mereka.”[7]

Al Khumaini dalam kitabnya ada menyebut: “Bahwasanya Abu Bakar Ash Shiddiq telah mereka-reka hadits palsu, begitu juga Samurah bin Jundub.[8]

Sebagai ganti kepada sunnah yang didustakan, mereka beriman pula dengan pendapat-pendapat khurafat yang dinisbahkan kepada para Imam-imam mereka sebagaimana yang terdapat dalam Ushul Min Al Kafi oleh Al Kulaini. Mayoritas riwayat di dalam ‘kitab suci’ Syi’ah ini adalah riwayat marfu’ yang dinisbahkan kepada para imam oleh perawi yang ada di antaranya hidup beberapa kurun selepas imam berkenaan!

Al Khumaini mengangkat riwayat-riwayat khurafat ini ke martabat Al Quran dengan kata-katanya: “Sesungguhnya pengajaran para imam adalah seperti pengajaran Al Quran yang wajib dilaksana dan dipatuhi.”

3. Pandangan mereka terhadap para sahabat Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Mereka secara terang-terangan mencerca para sahabat Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Mereka telah mengatakan sesat dan terang-terangan melafazkan laknat kepada Abu Bakar, Umar, Utsman, Thalhah, Zubair, Abu Ubaidah, Abdurrahman bin ‘Auf, Sayyidah ‘Aisyah dan lain-lain. Bahkan sebagian mereka ada yang mengkafirkan sahabat.

Al Khumaini juga menyebut: “Adapun kita tidak bersama dengan kedua-duanya (Abu Bakar dan Umar) terhadap apa yang mereka berdua telah bersalahan dengan Al Quran dan bermain-main dengan hukum-hukum Allah, apa yang yang dihalalkan dan diharamkan dalam Al Quran adalah dari pandangan mereka berdua, mereka berdua telah menindas Fatimah dan bermusuh dengan anak cucunya, bahkan apa yang kita dapati dari mereka berdua itu adalah jahil dengan hukum Allah dan agama.”[9]

Mereka tetap berpegang bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam telah melantik Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah selepas kewafatan baginda dengan berpegang kepada hadits Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Namun para sahabat telah mengingkari dan mengkhianati Ali arahan Nabi lalu memilih Abu Bakar sebagai pengganti.

4. Merendahkan kedudukan Nabi sebagai Rasul.

Pada pandangan mereka, wajib bagi Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mempunyai sifat taqiyyah (berolok-olok demi melepaskan diri sebagaimana sifat munafik dengan perbuatan atau lisan) karena takut apabila menerima ancaman dan intimidasi dalam melakukan dakwah. Bahkan harus bagi Nabi nyatakan kekufuran demi menjaga nyawa baginda.

Mereka menyamakan kedudukan Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan Ali bin Abi Thalib. Bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersama-sama dengan Ali ketika peristiwa Isra’ Mi’raj dan masing-masing menerima wahyu. Cuma bedanya adalah Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam secara musyahadah (bersaksi dengan mata kepala akan Dzat Allah yang Maha Agung) adapun Ali mendengar Kalamullah Al Qadim saja.[10]

5. Mengingkari dan menyalahi dari Ijma’

Antaranya adalah mereka mengharuskan Nikah Mut’ah [11] yang menyalahi dengan Ijma’ (Imam Malik, Hanbali, Syafi’i, Hanafi dan semua Imam-imam Muslim, kecuali Syi’ah).

Sedangkan Ibn ‘Abbas pernah menyatakan dalam khutbahnya yang diriwayatkan oleh Sa’id bin Jabir bahwa: “Sesungguhnya nikah mut’ah itu seumpama bangkai, darah dan daging babi (yang haram dimakan).”

Hal itu umpama memperdagangkan wanita-wanita dengan beberapa perjanjian berbentuk kontrak dan sedikit bayaran demi memuaskan nafsu. Boleh dijual beli tanpa harga diri sedangkan Islam mengambil berat tentang keturunan dan kehormatan.[12]

7. Pendirian Syi’ah terhadap Ahli Sunnah wal Jamaah

”Syi’ah Itsna ‘Asyariah berpendapat, siapa saja yang tidak beriman kepada 12 imam mereka, maka diharamkan baginya Syurga dan wajib masuk Neraka. Bagi mereka, Al Quran dan Sunnah telah diubahsuai maka harus untuk menyalahi dan menyanggahinya.

Al Khumaini dalam kitabnya: “Bahwa boleh jadi nash-nash dari Ahli Sunnah wal Jama’ah terbagi kepada dua: (1) Sejalan dengan Al Quran dan Sunnah, (2) salah kesemuanya.”[13]

Sebab itulah mereka tidak berpegang dengan Sunnah Nabi dan fatwa Imam-imam Mujtahid seperti Imam Malik, Hanbali, Syafi’i dan Hanafi bahkan mereka menyarankan untuk mengingkarinya. Apabila bergaul dengan pengikut Ahli Sunnah wal Jamaah, mereka anggap sama bergaul dengan Yahudi dan Kristen yang wajib untuk membantahnya.

8. Berlebihannya mereka dalam memuja Fatimah Az Zahra’

Dalam kitab-kitab Syi’ah menyebutkan bahwa Fatimah Az Zahra’ juga menerima wahyu dari Allah Ta’ala seusai ayahnya (Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam) menerima wahyu. Al Khumaini menambah dalam kenyataannya bahwa Fatimah Az Zahra’ diangkat kedudukannya sehingga sebaris bersama Nabi-nabi ‘Alaihis Salam.

Kenyataannya ketika menguraikan Ushul Al Kafi: “Setelah wafat Rasulullah 75 hari, telah datang Jibril menemui Fatimah dengan mengucapkan takziah dan memberitahu perkara-perkara yang akan terjadi nanti (sebagaimana wahyu yang diterima oleh Rasulullah).”

Al Khumaini mendakwa bahwa kesuksesannya dalam Revolusi Iran adalah sebagian dari apa yang diberitakan Jibril kepada Fatimah.

Dia berkata lagi: “Turunnya Jibril kepada kepada seseorang bukanlah perkara yang remeh temeh melainkan terhadap mereka yang benar-benar agung, ini boleh dinisbahkan tingkatan yang pertama (paling agung) sebagaimana turunnya Jibril kepada Isa, Musa, Ibrahim dan seumpama mereka para Nabi dan Rasul.”[14]

_______________________________


[1] Kitab Hayatil Qulub oleh Imam Muhammad Al Baqir Al Majlisi: juzu’ 3 hal. 10

[2] Kitab Ushul Al Kafi oleh Imam Muhammad bin Yaakub Al Kulaini: hal. 287

[3] Kitab Al Hukumah Islamiyyah oleh Ayatullah Khumaini: hal. 52

[4] Ushul Al Kafi: hal. 239

[5] Kitab Mir’aatul Qulub oleh Muhammad Al Baqir Al Majlisi: hal. 253

[6] Mutawatir ialah hadits Nabi yang diriwayatkan oleh banyak sahabat yang tidak mungkin bersepakat para sahabat untuk menipu dan memalsukannya.

[7] Kitab Aslu Al Syi’ah wa Usuliha oleh Syeikh Muhammad Husain Ali Kasyif Al Ghita’: hal. 79. Beliau juga dari Syi’ah Itsna ‘Asyariyah, namun beliau banyak menyingkapkan berbagai kerusakan dan penyelewengan yang dilakukan oleh Syi’ah Itsna ‘Asyariyah.

[8] Kitab Kasyful Asrar karangan Ayatullah Al Khumaini: hal. 11

[9] Kasyful Asrar: hal. 107-108

[10] Kitab As Syi’ah baina Al I’tidal wal Ghuluw oleh Dr. Anwar Hamid Isa: hal. 90

[11] Nikah Mut’ah adalah nikah untuk melepaskan keinginan nafsu dan bersedap-sedap. Hukum ini telah dinasakh dan Ijma’ mengharamkan pada zaman sekarang. Jika dilakukan juga Hal itu menjadi zina.

[12] Al Syi’ah baina Al I’tidal wal Ghuluw: hal. 163

[13] Kitab Al Ta’adil wa Al Tarjih oleh Ayatullah Al Khumaini: hal. 82

[14] Pada hari Ahad bersamaan 2/3/1986 ketika sambutan kelahiran Sayyidah Fatimah Al Zahra