Zakat Emas dan Perak

Pembahasan mengenai zakat emas dan perak perlu dibedakan antara emas dan perak sebagai perhiasan atau emas dan perak sebagai uang (alat tukar). Sebagai perhiasan Emas Dan Perak juga dapat dibedakan antara perhiasan wanita dan perhiasan lainnya (ukiran, souvenir, perhiasan pria, dan lain-lain.). Dangkalnya pemahaman fungsi emas dan perak sebagai alat tukar atau mata uang menyebabkan banyaknya simpanan uang di kalangan ummat Islam tidak tertunaikan zakatnya.

I. Emas dan Perak sebagai Uang

Emas dan perak telah sejak lama juga pada zaman Rasulullah digunakan sebagai alat tukar (uang), yaitu uang emas (dinar) dan uang perak (dirham). Kedua mata uang ini mereka peroleh dari kerajaan-kerajaan tetanggan yang besar, dinar banyak digunakan penduduk kerajaan Romawi Bizantinum sedangkan dirham pada kerajaan Persia.

Adapun ayat 34-35 surat At Taubah : …”Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah,….”, ayat ini condong pada maksud emas dan perak dalam artian uang karena ia merupakan sesuatu yang dapat diinfakkan dan alat yang dipakai langsung untuk itu. Ancaman Allah dijumpai dalam dua hal yaitu; penyimpanannya, dan tidak diinfakkannya pada jalan Allah. Ini dianggap tidak “tidak berzakat”.

Beberapa hadits juga menjelaskan dengan makna yang sama.

Hikmah Wajib Zakat Uang

Sesungguhnya kepentingan uang adalah untuk bergerak dan beredar, maka dimanfaatkanlah oleh orang-orang yang mengedarkannya. Sebaliknya penyimpanan dan pemendamannya akan menyebabkan tidak lakunya pekerjaanpekerjaan, merajalelanya pengangguran, matinya pasar-pasar, dan mundurnya kegiatan perekonomian secara umum.

Oleh karenanya pewajiban zakat bagi pemilik uang (yang sudah sampai nisab) baik yang dikembangkan maupun tidak adalah merupakan langkah kongkrit yang patut diteladani. Hadits Nabi memerintahkan perniagaan harta anak yatim sehingga tidak habis begitu saja dimakan zakat.

Besarnya Zakat Uang

Tidak terdapat perbedaan pendapat ulama dalam hal besarnya zakat uang ini yaitu 2.5 persen. Yusuf Al Qardhawi juga membantah keras beberapa peneliti dewasa ini yang menganjurkan agar besar zakat ini ditambah sesuai dengan kebutuhan dan perkembangaan keadaan. Alasan yang dikemukakan antara lain: Hal tersebut bertentangan dengan nash yang jelas; bertentangan dengan ijmak ulama; bahwa zakat adalah kewajiban, karena itu harus mempunyai sifat yang tetap, kekal dan utuh; adapun kebutuhan dana bagi negara dewasa ini dapat diatasi dengan pengadaan pajak lain disamping zakat.

Nisab Uang

Melalui pembahasan yang panjang dan nyelimet bagi saya (karena banyak menggunakan satuan-satuan yang saya nggak faham, dan juga kaidah-kaidah ushul fiqh) maka saya langsung saja lompat pada kesimpulan dari penelitian Yusuf Al Qardhawi mengenai ketentuan nisab uang ini, yaitu 85 gram emas dan 200 gram perak.

Adapun nisab untuk uang kertas dan surat-surat berharga lain ditetapkan setara dengan 85 gram emas, dengan pertimbangan nilai emas jauh lebih stabil dari pada perak.

Menutup pembahasan zakat uang ini, Yusuf Al Qardhawi mengingatkan kembali bahwa setiap uang milik penuh yang sudah sampai senisab, bebas dari hutang, dan merupakan kelebihan dari kebutuhan pokok, maka wajiblah zakatnya 2.5 persen, yaitu sekali dalam setahun. Mengenai kapan harus dikeluarkan, apakah di awal atau akhir tahun atau pada saat diterima, Insya Allah akan dibahas dalam pembahasan “zakat pencarian/profesi”.

II. Zakat Emas dan Perak yang Non Uang

Manusia sering menggunakan emas dan perak selain untuk perhiasan yang diperbolehkan oleh syara’ juga untuk perhiasan yang tidak diperbolehkan. Perhiasan yang dihalalkan adalah untuk kaum wanita dalam batas yang tidak berlebihan, dan juga perak untuk pria. Adapun banyak penggunaan emas dan perak di kalangan masyarakat yang tidak dibenarkan oleh syara’ yaitu berupa barang seperti; bejana-bejana, patung dan benda seni lainnya,, dan lain-lain., yang pada hakekatnya emas dan perak tersebut adalah berupa simpanan yang tidak beredar di kalangan masyarakat.

Perhiasan yang tidak wajib dizakati adalah perhiasan yang dipakai dan dimanfaatkan. Adapun yang dijadikan sebagai benda simpanan, maka hal itu wajib dizakati. Karena pada hakekatnya simpanan emas dan perak ini mempunyai potensi untuk dikembangkan (lihat lagi posting syarat harta yang wajib zakat).

Setelah menempuh analisis yang panjang, maka untuk mudahnya saya sampaikan saja kesimpulan yang ditarik Yusuf Al Qardhawi untuk masalah ini :

  1. Kekayaan dari emas dan perak yang digunakan sebagai simpanan adalah wajib dikeluarkan zakatnya.
  2. Jika kekayaan emas dan perak tersebut untuk dipakai seseorang, maka hukumnya dilihat pada macam penggunaannya; jika penggunaannya bersifat haram seperti untuk bejana-bejana emas atau perak, patung-patung maka wajib dikeluarkan zakatnya.
  3. Diantara pemakaian perhiasan yang diharamkan adalah yang ada unsur berlebih-lebihan dan menyolok oleh seorang perempuan.
  4. Jika perhiasan tersebut digunakan untuk hal yang mubah seperti perhiasan perempuan yang tidak berlebih-lebihan, serta cincin perak untuk laki-laki, maka tidak wajib dikeluarkan zakatnya, karena perhiasan tersebut merupakan harta yang tidak berkembang (tidak memenuhi syarat harta yang wajib zakat), dan juga merupakan salah satu di antara kebutuhan-kebutuhan manusia.
  5. Tidak ada perbedaan antara perhiasan mubah tersebut dimiliki oleh seseorang untuk dipakainya sendiri atau dipinjamkan kepada orang lain.
  6. Yang wajib dizakati dari perhiasan yang tidak dibenarkan syara’ (bejana, patung, dan lain-lain.) adalah sebesar ukuran mata uang dan dikeluarkan zakatnya sebanyak 2.5 % setiap tahun dengan hartanya yang lain jika memiliki.
  7. Hal ini dengan syarat telah mencapai nisab atau bersama dengan hartanya yang lain memenuhi nisab, yaitu 85 gram emas, yaitu nilainya dan bukan ukurannya (Perhatian : Nilai dan Ukuran itu berbeda, sekedar contoh nih, sebuah patung emas atau perak bisa mempunyai nilai jual berlipat-lipat dari harga emas/perak bahan baku pembuatannya).