Tak Ada Susi yang Tak Retak

Masih tentang Susi. Ini Susi yang perempuan, yang jadi menteri. Bukan Susi yang baik hati dan pandai menyanyi, apalagi Susi yang juara badminton.

Sebenarnya ini bukan tentang sosok Susi. Tapi lebih kepada respon sebagian kita tentang Susi. Subuh tadi, saya melihat timeline yang menyandingkan foto Susi dengan foto Atut. Susi perokok, bertato, urakan, dan lain-lain, disandingkan dengan Atut yang berjilbab, rapi, tidak pernah terlihat merokok, dan lain-lain,. Saya menduga, maksud yang punya gambar adalah ingin mengatakan, “Mending ngerokok, urakan, bertato, tapi profesional, daripada berjilbab, rapi, muslim, tapi korupsi.” Saya menduga itulah pesan yang ingin disampaikan.

Memang kita sering mendengar orang-orang berkampanye, “Mending gak sholat tapi gak korupsi, daripada rajin sholat tapi korupsi. Mending gak haji tapi baik sama orang daripada haji tapi kayak Muhidin.”

Kawan, mari kita dudukkan semua pada porsinya. Bahwa kita mengenal hubungan dengan Tuhan dan hubungan dengan manusia. Tidak akan baik seseorang apabila tidak baik dengan Tuhannya, sekaligus baik dengan manusia. Tidak akan masuk surga juga (menurut Islam) orang yang sedermawan apapun terhadap orang lain, tapi tak mau percaya dan tak mau menyembah Tuhannya. Kebodohan yang naif, kalau kita menganggap yang penting baik sama orang, gak perlu baik sama Tuhannya. “Tuhan gak perlu dibela,” katanya. “Tuhan gak perlu disembah,” bahkan.

Kawan, untuk mengangkat kebaikan seseorang, tak perlulah kemudian kita menunjuk-nunjukkan keburukan orang lain. Untuk mengangkat seseorang, tak perlulah kita menginjak orang lain. Susi yang mendadak jadi idola kalian, tak akan lebih berprestasi ketika disandingkan denga orang lain yang kebetulan punya salah. Prestasinya baru akan dimulai ketika benar-benar menghasilkan karya besar dalam jabatannya.

Terakhir, kemarin ada seorang kawan yang memprotes tingkah Susi yang merokok sembarangan. Kemudian ditimpali bertubi-tubi bahwa Susi adalah orang yang (pesawatnya-red) pertama datang ke Aceh ketika Tsunami. Apakah para relawan tsunami Aceh lantas jadi orang maksum yang gak bisa salah dan gak boleh dikritik salahnya?

Come on, mengkritik seseorang bukan kemudian membencinya, bukan kemudian menafikkan semua kebaikannya. Mendukung seseorang juga jangan menjadi menutup mata atas semua kekurangannya. Karena sesuai pepatah, Tak Ada Susi yang Tak Retak. Bahkan Susi-lo Bambang Yudhoyono pun.

Agus Fredy Muthi’ul Wahab