Social Media, Kekuatan Politik Baru di Era Informatika

Barack Hussein Obama adalah orang pertama yang memanfaatkan situs jejaring social Facebook sebagai media kampanye yang membuatnya memenangi pilpres 2007 di Amerika. Di mana pada tahun itu, Facebook belum mendominasi di Indonesia, dan penggemar Obama di Facebook hanya 5 juta orang. Kini, lagi-lagi Obama memanfaatkan social media sebagai corong terdepan dalam menaikkan elektabilitasnya di mata publik. Meski lawan tunggalnya, Mitt Romney, juga melakukan hal yang sama, Obama bisa lebih mendominasi dengan total jaringan yang lebih besar di Facebook ketimbang lawannya tersebut.

Kemenangan Obama menjadi inspirasi bagi para calon pemimpin di negara-negara lain. Tak terkecuali di Indonesia.

Jika dilihat dari peta pengguna social media di Indonesia, kita bisa melihat bahwa potensi kekuatan yang ada bisa sangat maksimal, baik untuk transaksi jual beli, maupun menaikkan citra seorang figur, termasuk tokoh politik.

52 juta, angka pengguna Facebook di Indonesia, menjadikan negara ini menempati posisi 4 negara dengan jumlah pengguna Facebook terbesar di dunia, di bawah India (60jt), Brazil (61jt), dan Amerika Serikat (168jt).

Jika melihat ke Indonesia, tokoh politik yang bermain di social media cukup banyak, tapi yang benar-benar fokus sebagai media kampanye, bisa dihitung dengan jari. Kita bisa melihat Prabowo Subianto yang dalam 4 bulan terakhir ini menggencarkan pemasangan iklan untuk akunnya di Facebook. Dari yang penulis amati, pengelolaan kontennya benar-benar profesional, hal yang sama sekali luput dari tokoh politik lainnya. Mulai dari iklan di sebelah kanan, tim kampanye Prabowo menggunakan teknik kalimat hipnosis dengan menanamkan word action, dimana pembaca ‘dipaksa’ untuk melakukan klik like (suka), seperti misalnya ketika ada iklan gambar Prabowo muda, teks iklan yang muncul mengatakan, “Ingin mengetahui masa muda Prabowo, klik suka sekarang.”

Begitu juga pada konten-konten yang diupdate melalui fanpagenya. Penulis mengamati betapa tanda baca dan EYD begitu diperhatikan dengan baik, hingga pesan yang disampaikan melalui update terbarunya itu bisa dibaca secara nyaman oleh semua penggemarnya.

Social media juga ikut berperan penting pada masa Pilgub DKI lalu. Jokowi-Ahok yang mematahkan lawan-lawannya di dua putaran sekaligus itu benar-benar memaksimalkan YouTube, Twitter, dan Facebook, cara-cara yang sama sekali tidak diperhatikan lawan politiknya, ataupun jika diperhatikan, implementasinya kurang maksimal, setengah-setengah. Tentu tidak bisa mengimbangi penyebaran kampanye massif ala Jokowi di social media yang digarap secara serius dan maksimal.

Mendekati Pilgub Jabar, di mana panggung perebutan jabatan yang akan dilangsungkan seolah berubah jadi panggung artis, tak bisa dielakkan bahwa fakta social media kembali menjadi kekuatan yang tak bisa dipisahkan sebagai alat manufer politik. Dari 46 juta penduduk Jawab Barat, 14 juta diantaranya adalah pengguna Facebook, angka yang jelas tidak sedikit dan sangat mungkin untuk mempengaruhi hasil akhir Pilgub.

Salah satu yang menjadi pusat perhatian adalah Ahmad Heryawan dan cawagubnya, Deddy Mizwar. Di mana mereka sangat serius menggarap lahan social media. Hanya dalam waktu 1 pekan, penggemar fanpagenya sudah mencapai angka 113 ribu orang. Artinya, jika dirata-rata terjadi penambahan massal sebanyak 16 ribu orang setiap hari.

Apakah pasangan ini bisa melenggang sendiri di social media? Jika melihat dari pasangan lain yang belum action di social media, hal ini bisa saja terjadi, karena kita bisa ambil kesimpulan dari mereka yang sukses memenangkan pertarungan politik, dimana mereka yang mendominasi adalah mereka yang fokus menggarap ranah maya di era informatika.