Rasa Takut (Khauf)

Khauf (takut) merupakan tempat persinggahan yang amat penting dan paling bermanfaat bagi hati. Ini merupakan keharusan bagi setiap orang. Firman Allah,

“Karena itu janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kalian benar-benar orang yang beriman.” (Ali Imran: 175).

Allah memuji orang-orang yang takut di dalam Kitab-Nya dan menyanjung mereka,

“Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (adzab) Rabb mereka, dan orang-orang yang beriman terhadap ayat-ayat Rabb mereka, dan orang-orang yang tidak mempersekutukan de-ngan Rabb mereka (sesuatu apa pun), dan orang-orang yang memberi-kan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka, mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (Al-Mukminun: 57-61).

Ahmad dan At-Tirmidzy meriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu Anha, dia pernah berkata, “Aku pernah bertanya, “Wahai Rasulullah, tentang firman Allah, ‘Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut’, apakah dia itu orang yang berzina, minum khamr dan mencuri?”

Beliau menjawab, “Bukan wahai putri Ash-Shiddiq, tetapi dia orang yang puasa, shalat dan mengeluarkan shadaqah, sedang dia takut amalnya tidak diterima.”

Al-Hasan berkata, “Demi Allah, mereka itu adalah orang-orang yang melakukan berbagai macam ketaatan dan berusaha untuk itu, sedang mereka takut amalnya tertolak. Sesungguhnya orang Mukmin itu menghimpun kebajikan dan ketakutan, sedangkan orang munafik menghimpun kejahatan dan rasa aman.”

Kata khauf tidak jauh maknanya dengan kata wajal, khasyyah, rahbah, haibah, sekalipun mungkin ada sedikit perbedaan pada perincian atau penyertaannya. Ada yang berpendapat, khauf merupakan kegundahan hati dan gerakannya karena ingat sesuatu yang ditakuti. Ada pula yang berpendapat, khauf adalah upaya hati untuk menghindar dari datangnya sesuatu yang tidak disukainya, saat ia merasakannya. Sedangkan khasyyah lebih khusus daripada khauf. Khasyyah adalah milik orangorang yang memiliki pengetahuan tentang Allah. Firman-Nya,

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba- Nya, hanyalah orang-orang yang berilmu.” (Fathir: 28).

Khasyyah merupakan khauf yang disertai ma’rifat. Maka dari itu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

“Sesungguhnya aku adalah orang yang paling bertakwa kepada Allah di antara kalian, dan aku adalah orang yang paling takut kepada-Nya di antara kalian.”

Sedangkan rahbah mencari peluang untuk lari dari sesuatu yang tidak disukai. Kebalikannya raghbah, yaitu gerakan hati untuk mencari sesuatu yang diinginkan. Wajal artinya hati yang menggigil dan bergetar karena mengingat orang yang ditakuti kekuasaan dan hukumannya atau saat melihatnya. Haibah artinya ketakutan yang disertai pengagungan dan penghormatan, yang biasanya juga disertai rasa cinta, karena penghormatan merupakan pengagungan yang disertai rasa cinta.

Khauf merupakan sifat orang-orang Mukmin secara umum, khasyyah merupakan sifat orang-orang yang berilmu dan memiliki ma’rifat, haibah merupakan sifat orang-orang yang mencintai, sedangkan ijlal merupakan sifat orang-orang mendekatkan diri. Seberapa banyak ilmu dan ma’rifat yang dimiliki, maka sebanyak itu pula khauf dan khasyyahnya, sebagaimana yang disabdakan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,

“Sesungguhnya aku adalah orang yang paling mengetahui Allah di antara kalian, dan aku adalah orang yang paling takut kepada-Nya di antara kalian.”

Beliau juga bersabda, “Sekiranya kalian mengetahui apa yang kuketahui, tentu kalian sedikit tertawa, banyak menangis, tidak bercumbu dengan istri di atas tempat tidur dan kalian akan keluar ke atas bukit untuk memohon pertolongan kepada Allah.”

Orang yang mempunyai sifat khauf lebih suka melarikan diri atau menahan diri, sedangkan orang yang memiliki sifat khasyyah lebih sukaberlindung kepada ilmu. Perumpamaan di antara keduanya seperti orang yang sama sekali tidak mengerti ilmu kedokteran dan seorang dokter yangandal. Orang yang pertama mengandalkan pertahanan dan upaya melarikan diri, sedangkan orang yang kedua mengandalkan ilmu dan pengetahuannya tentang penyakit dan obat.

Abu Hafsh berkata, “Khauf merupakan cemeti Allah untuk menggiring orang-orang yang meninggalkan pintu-Nya. Khauf juga merupakan pelita di dalam hati, yang dengannya dia bisa melihat kebaikan dan keburukan. Setiap orang yang engkau takuti, tentu engkau hindari, kecualiAllah Azza wa jalla. Orang yang takut, lari dari Rabb-nya namun juga menuju Rabb-nya.”

Khauf bukan merupakan sasaran inti, tetapi merupakan sasaran bagiselainnya, karena ia hanya merupakan sasaran perantara. Maka khauf akan hilang jika apa yang ditakuti juga tidak ada. Karena itu para penghuni surga tidak lagi takut dan bersedih hati. Khauf berhubungan dengan perbuatan,dan cinta berhubungan dengan dzat serta sifat. Karena itu cinta orang-orang Mukmin kepada Rabb semakfn berlipat ganda jika mereka sudah masuk surga dan mereka tidak lagi merasa takut. Sehingga kedudukan cinta lebih tinggi daripada kedudukan khauf. Khauf yang terpuji dan benarialah yang menjadi penghalang antara pelakunya dan hal-halyang diharamkan Allah. Jika hal ini dilanggar, maka rasa putus asa membuatnyamerasa takut. Abu Utsman berkata, “Khauf yang benar ialah menghindari dosa secara lahir dan batin.”

Saya pernah mendengar Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Khauf yang terpuji ialah yang menghalangi dirimu dari hal-hal yang diharamkan Allah.”

Pengarang Manazilus-Sa’irin menjelaskan, bahwa khaufaitinya tidakmerasa tenang dan aman karena mendengar suatu pengabaran. Dengan kata lain tidak merasa aman karena mengetahui apa yang dikabarkan Allah, baik yang berupa janji maupun ancaman. Menurutnya, ada tiga derajat khauf.

1. Khauf terhadap hukuman, yaitu khauf yang ditunjang iman hingga menjadi benar. Ini khauf-nya orang-orang awam. Khauf ini muncul karena mempercayai ancaman, ingat kesalahan diri sendiri dan memperkirakan akibat.

Khauf didahului dengan perasaan dan ilmu. Mustahil seseorang takut jika dia tidak merasakannya. Ada dua kaitan dengan hal ini: Dengan sesuatu yang tidak disukainya, yang dikhawatirkan akan terjadi, dandengan sebab yang mengarah ke sesuatu yang ditakuti itu. Sejauh mana seseorang merasakan suatu sebab dapat menjurus ke sesuatu yang ditakuti, maka sejauh itu pula ketakutannya. Siapa yang tidak percaya bahwa suatu sebab dapat menjurus ke sesuatu yang tidak disukainya, maka dia tidak akan takut, dan siapa yang percaya bahwa sebab itu menjurus kepada sesuatu yang tidak disukainya, namun dia tidak mengetahui gambaraannya secara pasti, maka dia tidak takut seperti ketakutan yang pertama. Jika dia tahu gambarannya, maka muncullahketakutan itu. Inilah makna munculnya pembenaran ancaman, mengingatkesalahan dan memperkirakan akibat.

2. Khauf terhadap tipu daya selagi dia dalam keadaan sadar dan yang bisa mengganggu kesenangan hatinya.

Dengan kata lain, siapa yang dalam keadaan sadar dan tidak lalai serta hidup secara normal, tentu akan merasakan kesenangan. Sebab tidak ada yang lebih menyenangkan selain dalam keadaan sadar. Jika dia dalam keadaan sadar, berarti dia harus merasa takut terhadap tipu daya atau jika kesadaran dan kesenangan itu terampas.

3. Ini merupakan khauf-nya orang-orang khusus, yang praktis tidak lagi mempunyai khauf selain dari haibah karena pengagungan. Ini merupakan derajat paling tinggi dalam khauf.

Bayang-bayang khauf muncul jika ada pemutusan dan hambatan hubungan. Sementara orang-orang yang khusus ini adalah mereka yang sudah sampai dan dekat dengan Allah. Jadi khauf mereka bukan khauf yang senantiasa membayang-bayangi, seperti rasa takutnya orang-orang yang berbuat salah. Sebab Allah senantiasa bersama mereka, menerima mereka dan mencintai mereka.

Dalam perjalanannya kepada Allah, hati itu diibaratkan seekor burung. Cinta merupakan kepalanya, rasa takut dan berharap merupakan dua buah sayapnya. Selagi kepala dan dua sayap normal, maka burung itu bisa terbang dengan baik. Jika kepala terputus, maka ia akan mati. Jika dua sayap tidak ada, maka ia tidak bisa berbuat apa-apa. Tapi orang-orang salaf lebih suka memperhatikan kesehatan sayap rasa takut daripada sayap harapan. Tapi saat keluar dari dunia mereka lebih memprioritaskan sayap harapan daripada sayap rasa takut.

Ini juga merupakan pendapat Abu Ismail (pengarang kitab Manazilus- Sa’irin). Dia berkata, “Rasa takut harus lebih menguasai hati. Jika harapan yang lebih menguasainya, maka ia akan rusak.”

Yang lain berkata, “Yang paling sempurna adalah menyelaraskan harapan dan rasa takut serta memperbanyak cinta. Sebab cinta itu ibarat kendaraan, harapan ibarat dorongan, rasa takut ibarat sopir dan Allahlah yang menghantarkan ke tujuan dengan karunia-Nya.”