Praktek Kebun Emas dalam Pandangan Syariah

Emas si makhluk terbatas namun tak pernah membatasi keinginan orang yang ingin memilikinya. Emas sudah beribu-ribu tahun lalu menjadi simbol kekuasaan atau kemapanan. Banyak kalangan yang mengorbankan materi lainnya bahkan pertumpahan nyawa demi mendapatkan emas. Alat perencanaan untuk mewujudkan impian yang paling adil dan akurat adalah emas. Dikatakan demikian karena problem yang paling menghantui para perencana keuangan adalah inflasi dengan segala keterkaitannya dengan alat investasi. Dan uang kertas yang kita gunakan sekarang sangat bergantung pada tingkat inflasi, disamping ada banyak faktor lain yang mempengaruhinya.

Selama usia peradaban manusia, emas telah teruji ketangguhannya, tidak ada logam lain yang dapat menggantikannya, baik dari segi nilai, keindahan dan prestige-nya. Emas mampu bertahan terhadap inflasi dan deflasi. Sejak 1400 tahun yang silam, pada zaman Rasulullah, emas telah dijadikan mata uang.

Dan mungkin salah satu konpirasi terbesar mengenai emas adalah perubahan sistem mata uang dari Bretton Woods dimana pada tahun 1971 presiden Amerika Serikat Richard Nixon melarang dolar ditukar dengan emas, yang berarti menghentikan sistem Bretton Woods yang berlaku sejak 1944. Sejak itu penggunaan emas sebagai mata uang perlahan menghilang, demikian juga di bidang industri, semakin mahalnya harga emas menimbulkan keengganan industri menggunakan emas sebagai salah satu bahan baku, kecuali dalam industri perhiasan.

Emas adalah investasi yang sangat menjanjikan. Di saat investasi lain seperti properti, saham dan lainnya mengalami berbagai resesi, emas dipercaya paling stabil di antara semua bentuk investasi tersebut. Emas mejadi alternatif karena penyimpanan yang mudah dan tidak perlu strategi berat dalam pengelolaannya. Menurut Peter Schiff, President & Chief Global Stategist dari Euro Pacific Capital memprediksi bahwa harga emas akan mencapai tiga sampai empat kali lipat dari harga sekarang dalam lima sampai sepuluh tahun ke depan diakibatkan kebutuhan masyarakat akan investasi yang aman (save haven) menyusul serangkaian krisis ekonomi yang akhir ini sering terjadi.

Namun dengan begitu, kepemilikan emas haruslah tidak berlebihan atau di atas kewajaran. Karena emas sudah diatur sedemikian rupa dengan keterbatasannya untuk bisa memenuhi hajat orang banyak. Ini dikarenakan penciptaan emas bukan tanpa alasan. Di dalamnya ada banyak kearifan yang Allah titipkan untuk semua hamba-Nya. Tinggal bagaimana kita sebagai hamba-Nya yang diberikan kesempurnaan akal untuk bisa mempergunakan emas tanpa berhawa nafsu.

Di antara jenis transaksi yang sekarang sedang marak digandrungi masyarakat adalah transaksi gadai. Namun masih banyak manusia, termasuk umat Islam yang belum memahami bagaimana konsep gadai sesuai Al Quran dan Sunnah atau minimal tidak memahami konsep gadai secara umum dan menyeluruh.

Akibat tidak adanya pemahaman yang menyeluruh mengenai gadai dalam Islam, ada di antara manusia yang melakukan transaksi gadai dengan melanggar prinsip-prinsip syari’ah. Salah satu fenomena tersebut adalah gadai emas yang dalam beberapa kasus berorientasi menjadi kebun emas. Gadai emas yang awalnya berfungsi memberikan pinjaman kepada orang yang mendesak berkebutuhan, berubah menjadi transaksi yang bernilai investasi.

Muncuknya kebun emas tidak urung memunculkan perdebatan seputar halal-haramnya transaksi tersebut. Sebagian berpendapat bahwa berkebun emas hukumnya halal karena tidak ada dalil yang melarangnya. Sebaliknya, sebagian yang lain menyatakan haram karena mengandung unsur riba yakni beberapa persen dari emas untuk dibayarkan kepada bank yang menerima gadai. Selain itu berkebun emas tidaklah sama dengan menggadai emas yang dimaksudkan dalam fatwa MUI No.26/DSN-MUI/III/2002 karena berkebun emas tidak lagi membawa spirit untuk membantu yang membutuhkan melainkan mencari keuntungan dari berinvesatasi emas. Di sisi lain, praktek berkebun emas mengandung unsur spekulasi, karena keuntungan rahin ditentukan oleh meningkatnya harga emas dalam satu waktu, sedangkan harga emas bersifat fluktuatif dan tidak pasti.

Sebelum membahas bagaimana hukum berkebun emas akan kami paparkan terlebih dahulu mengenai istilah-istilah yang berhubungan dengan berkebun emas seperti gadai (rahn), gadai emas dan berkebun emas.

Gadai

Gadai atau Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.

Mayoritas ulama memandang bahwa rukun gadai ada empat yaitu; Al-Marhun atau barang yang digadaikan, Al-Marhun buih atau hutang, Shighah dan dua pihak yang bertransaksi yaitu rahin dan murtahin.

Gadai Emas

Gadai emas adalah produk bank syariah berupa fasilitas pembiayaan dengan cara memberikan utang (qardh) kepada nasabah dengan jaminan emas (perhiasan) dalam sebuah akad gadai (rahn). Bank syariah selanjutnya mengambil upah (fee) atas jasa penyimpanan atau penitipan yang dilakukannya atas emas tersebut berdasarkan akad ijarah (jasa). Jadi, gadai emas merupakan akad rangkap (uqud murakkabah, multi-akad), yaitu gabungan akad rahn dan ijarah. (Fatwa DSN MUI No 26/DSN-MUI/III/2002 tentang gadai emas).

Bekebun Emas

Berkebun emas pada dasarnya adalah berinvestasi emas. Yakni seseorang memiliki sejumlah dana tertentu yang kemudian uang tersebut digunakan untuk membeli emas. Emas ini kemudian digadaikan di bank dengan harapan akan mendapatkan keuntungan yang besar setelah berlalunya masa tertentu, dengan spekulasi bahwa harga emas akan naik sekian persen.

Contoh sistem berkebun emas yang biasa dilakukan masyarakat adalah sebagai berikut: Anda memiliki modal sebesar 24 juta, Harga emas pergram = 360 ribu, 24 juta = 66,66 gram. Ketika dalam satu tahun harga emas naik 30% menjadi 468 ribu pergram, maka total harga 66,66 gram x 468 ribu = 31.196.880. Biaya penitipan = 2.500/gram/bulan => 1 tahun=2.500 x 66,66 x 12 = Keuntungan yang diperoleh oleh penggadai. Maka total harga emas- (modal+biaya penitipan satu tahun) adalah 31.196.880 – (24.000.000+750.000) = 6.446.880.

Jika dilihat dari contoh di atas, dalam praktek kebun emas, pelaku kebun emas menggunakan 2/3 modal dari bank. Kemudian ia belikan emas lagi, kemudian digadaikan lagi pada beberapa bank. Bahkan menurut Bank Indonesia skema ‘kebun emas’ merupakan skema gadai yang memberikan pinjaman dana sekitar 90 – 100 persen dari nilai emas itu sendiri. Uang gadai tersebut kemudian dibelikan emas lagi, kemudian digadaikan kembali pada beberapa bank

Selanjutnya, dari paparan di atas kita akan menganalisis unsur-unsur berkebun emas sehingga dapat diketahui hukum berkebun emas dalam kaca mata Islam.

Kebun Emas mengandung unsur Riba

Dalam praktek kebun emas sebenarnya ada bunga yang diberlakukan kepada orang yang menggadaikan emasnya, meskipun dengan istilah yang berbeda, namanya mungkin biaya sewa, biaya bulanan, biaya pemeliharaan, biaya jasa penitipan dan lain-lain sebagainya. Padahal mengambil keuntungan dari pinjam-meminjam disebut riba. Dan Allah telah melarang Riba dalam beberapa ayat Al Quran sebagaimana dalam Quran Surat Ali Imran: 130 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”.

Adanya Spekulasi dalam Berkebun Emas

Dari sistem tersebut kita tahu juga bahwa ada sifat spekulasi dalam transaksi tersebut, kalau harga emas naik berarti untung, kalau harga emas turun berarti rugi, meskipun kecenderungan harga emas naik, tetapi tidak ada yang dapat memastikan akan selalu naik. Dalam bahasa Arab, spekulasi disebut sebagai gharar yang diterjemahkan sebagai risiko, sesuatu yang tidak pasti, atau ketidakpastian (uncertainty), sebagaimana disebutkan dalam hadits: Dari Abdullah Bin Mas’ud ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, Janganlah kalian membeli ikan di dalam air (laut), karena perbuatan semacam itu termasuk gharar ( tidak pasti) .” (HR. Ahmad)

Tidak Berkembangnya Sektor Riil dengan adanya Praktek Kebun Emas

Dalam penetapan hukum Islam, Allah telah memberi hikmah yang begitu banyak bagi manusia yang mau mengambilnya. Di balik hukum yang ditetapkan pada manusia, ada kemaslahatan yang besar bagi manusia itu sendiri. Pengambilan keputusan hukum yang berkaitan dengan muamalah tidak seharusnya hanya dilihat secara sempit, namun dikaitkan dengan efek ekonomi secara luas. Artinya, tidak sebatas melihat dzahir dalil saja. Jika praktik kebun emas dibiarkan meluas akan berakibat pada buruknya aktifitas sektor riil. Padahal sektor riil merupakan jargon dari ekonomi syariah. Di samping itu, maksud yang terkandung dalam larangan riba adalah bahwa Allah menghendaki sektor riil hidup dan berkembang. Begitu juga dengan semangat dalam larangan penimbunan emas dan perak yang tidak ditunaikan zakatnya

Terakhir, dari paparan di atas, kita bisa menarik kesimpulan bahwa praktek berkebun emas merupakan penyalahgunaan gadai emas secara fungsional dari membantu orang yang mempunyai keperluan atau kebutuhan mendesak kepada tujuan investasi yang mengandung spekulasi yang hukumnya haram karena melanggar prinsip-prinsip Syariah. []

Daftar Pustaka:

  • Rifqi Muhammad, Akuntansi Keuangan Syariha, 2008, P3EI Press, Jogjakarta
  • Ir. Adiwarman A. Karim, SE, M.B.A., M.A.E.P, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan
  • http://ekonomisyariat.com/fikih-ekonomi-syariat/gadai-dalam-islam.html
  • http://gadaiemas.net/