Pengertian Hadits Mukhtalath

Definisi

هُوَ مَا يَرْوِيْهِ مَنْ وُصِفَ بِنَوْعٍ مِنْ أَنْوَاعِ اْلإِخْتِلاَطِ

Hadits Mukhtalath y aitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang bersifatkan salah satu dari jenis ikhthilath (kekacauan)

Penjelasan Definisi

Rawi; baik yang siqah ataupun dha’if

Memiliki sifat salah satu jenis ikhtilath; seperti terjadinya kekacauan ingatan sehingga kadang-kadang mencampurkan satu hadits dengan hadits yang lain, di antara sebabnya adalah karena usia lanjut, atau karena kitabnya terbakar.

Hukum Hadits Mukhtalath

Hadits Mukhtalath dilihat dari segi dapat diterima atau tidaknya dibagi menjadi beberapa tingkatan;

Pertama, dapat diterima hadits dari rawi yang mengalami ikhtilath, apabila ia siqah dan rawi yang meriwayatkan darinya telah mendengarkan hadits tersebut sebelum terjadinya ikhtilath.

Contoh; Hadits yang diriwayatkan oleh an-Nasa’i di dalam kitab Sunan (3/54)

أَخْبَرَنَا يَحْيَى بْنُ حَبِيبِ بْنِ عَرَبيٍّ قَالَ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ قَالَ حَدَّثَنَا عَطَاءُ بْنُ السَّائِبِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ صَلَّى بِنَا عَمَّارُ ابْنُ يَاسِرٍ صَلَاةً فَأَوْجَزَ فِيهَا فَقَالَ لَهُ بَعْضُ الْقَوْمِ لَقَدْ خَفَّفْتَ أَوْ أَوْجَزْتَ الصَّلَاةَ فَقَالَ أَمَّا عَلَى ذَلِكَ فَقَدْ دَعَوْتُ فِيهَا بِدَعَوَاتٍ سَمِعْتُهُنَّ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا قَامَ تَبِعَهُ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ

Telah meberitakan kepada kami Yahya bin Habib bin Arabiy, ia berkata; Telah menceritakan kepada kami Hammad, ia berkata; Telah menceritakan kepada Kami Atha’ bin as-Sa’ib, dari ayahnya, ia berkata; Ammar bin Yasir pernah melakukan suatu salat bersama kami dengan salat yang ringan (pendek) lalu orang bertanya kepadanya, engkau telah meringankan shalatmu –atau pendekkan– Lalu  Ammar menjawab; Adapun dalam hal itu aku telah berdoa di dalamnya dengan suatu do’a yang aku dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu ketika beliau berdiri seseorang di antara kaum itu mengikutinya…

Atha’ bin Sa’ib adalah siqah, hanya saja ia mengalami ikhtilath di akhir usianya, dan Hammad yang meriwayatkan hadits ini darinya adalah Hammad bin Zaid. Dia termasuk orang yang telah mendengar hadits dari Atha’ sebelum ia mengalami ikhtilath. Yahya bin Sa’id Al Qaththan berkata, “Hammad bin Zaid telah mendengar dari Atha’ sebelum ia mengalami ikhtilath“. Demikian juga penilaian Abu hatim ar-Razi.

Kedua, Tertolak hadits dari seorang yang mengalami ikhtilath, apabila rawi yang meriwayatkan hadits darinya mendengarkan hadits setelah ia mengalami ikhtilath

Contohnya; hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (2602), at-Tirmidzi (3446) dan lain-lainnya dengan jalan;

حَدَّثَنَا أَبُو إِسْحَقَ السَّبِعِيْ الْهَمْدَانِيُّ عَنْ عَلِيِّ بْنِ رَبِيعَةَ عَنْ عَلِيًّا رَضِي اللَّه عَنْهم مَرْفُوْعاً إِنَّ رَبَّكَ يَعْجَبُ مِنْ عَبْدِهِ إِذَا قَالَ اغْفِرْ لِي ذُنُوبِي يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ غَيْرِي

Dari Abu Ishaq as-Sabi’iy Al Hamdani, dari Ali bin Rabi’ah Al Walibiy, dari Ali bin Abi Thalib ra secara marfu’. Sesungguhnya Tuhanmu merasa heran kepada hamba-Nya apabila ia mengatakan ampunilah dosa-dosaku, dan ia mengetahui bahwasannya tidak ada yang mengampuni dosa selain diriku.

Abu Ishaq as-Sabi’iy seorang Mudallas, ia tidak mendengar hadits ini dari Ali Al Walibiy. Al Mizzi telah menukilkan di dalam kitab Tuhfatu Al Asyraf (7/436) dari Abdurrahman bin Mahdi, dari Syu’bah, ia berkata; Aku bertanya kepada Abu Ishaq, dari siapakah engkau mendengar hadits ini? Ia menjawab; dari Yunus bin Khabab, Lalu aku menjumpai Yunus bin Khabab, aku bertanya kepadanya, dari siapakah engkau mendengar hadits ini? Ia menjawab; dari seseorang yang mendengar dari Ali bin Rabi’ah.

Ahmad bin Mansur ar-Ramadi telah meriwayatkan dari Abdur Razaq Ash Shan’ani, ia berkata; Telah mengkhabarkan kepadaku Ma’mar, dari Abu Ishaq, telah mengkhabarkan kepadaku Ali bin Rabi’ah. Dikeluarkan oleh Al Mahamili, di dalam kitab ad-Du’a (15) dan Al Baihaqi di dalam kitab Al Mu’jam Al Kubra.

Tetapi riwayat ini mengandung cacat. Abdur Razaq seorang yang siqah hafidz, hanya saja ia mengalami ikhtilath di akhir hidupnya. ar-Ramadiy belajar kepada Abdur Razaq setelah ia mengalami ikhtilath, ketika itu ia mendiktekan hadits. Maka tak layak ar-Ramady mengatakan dalam meriwayatkan hadits itu dengan ungkapan “mendengar”.

Khusus untuk Imam Ahmad, beliau telah meriwayatkan hadits tersbut dari Abdur Razaq di dalam kitab Musnadnya (1/115) tidak dengan ungkapan yang bermakna mendengar secara langsung. Padahal Imam Ahmad termasuk orang yang mendengar hadits dari Abdur Razaq sebelum ia mengalami ikhtilath.

Ketiga; seorang mukhtalith riwayatnya tertolak apabila ia dha’if, baik orang yang meriwayatkannya mendengar sebelum ia mengalami ikhtilat, atau setelahnya. Yang demikian itu karena haditsnya tertolak karena illah (sebab) yang lain, bukan karena ikhtilath. Apabila disandarkan kepadanya ikhtilath, maka menolak haditsnya lebih utama.

Contoh; Hadits Laits bin Abi Salim. Laits termasuk rijal yang dha’if lagi Mudtharib hadits (goncang haditsnya), dan ia mengalami ikhtilath di akhir usianya. Ibnu Hibban berkata, “Ia mengalami ikhtilath di akhir usianya, ia banyak mebolak-balikkan sanad, dan merafa’kan riwayat yang mursal, dan membawa riwayat dari rawi siqat yang bukan dari hadits mereka”

Keempat; Mendiamkan hadits rijal mukhtalith yang siqah, apabila riwayat orang yang mendengarnya sebelum ikhtilath dan sesudahnya sehingga haditsnya diketahui derajatnya. Apabila ada kesesuaian dengan para rawi yang siqat, maka haditsnya dapat diterima, apabila tidak sesuai maka haditsnya tertolak.

Contohnya; Hadits Hammad bin Salmah dari Atha’ bin as-Saib, sesungguhnya ia mendengar dari Atha’ sebelum dan setelah ikhtilath, sebagaimana telah kami tegaskan di dalam kitab adh-Dha’if min Qishat Al Isra’ wa Al Mi’raj, halaman 27.

Amru Abdil Mun’im Salim