Pandangan Habib Mundzir Al Musawa tentang Syi’ah

Munzir bin Fuad Al-Musawa atau lebih dikenal dengan Habib Munzir Al Musawa (lahir di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, 23 Februari 1973 – meninggal di Jakarta, 15 September 2013 pada umur 40 tahun) adalah pimpinan Majelis Rasulullah.

Ia meninggal di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada hari Minggu 15 September 2013 pukul 15.30 WIB. Kabar duka tersebut disampaikan oleh kakaknya, Habib Nabil Al Musawa melalui akun twitter pribadinya.

Dalam forum tanya jawab di situs majelisrasulullah.org, beliau pernah ditanya oleh salah seorang jamaahnya:

“Habib Munzir yang saya cintai.. Saya mau tanya tentang IJABI (Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia) yang berpusat di yogyakarta. Mereka itu beraliran Syiah dari Iran, tapi yang saya bingung, tidak ada satupun pengurusnya yang Ahlul Bait (keturunan keluarga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam –redaksi). Apa pendapat Habib dan apakah aliran mereka sesat atau tidak? Terimakasih atas jawabannya..”

Kemudian Habib Mundzir menjawab,

“Saudaraku yang kumuliakan, Syiah mempunyai banyak golongan yang terpecah pecah. Saya belum pernah mendengar kelompok yang di Jogja ini. Namun jika mereka terbukti telah menyalahkan para Sahabat dan Khulafa’ur Rasyidin, maka mereka sesat, dan sebagian besar Syiah demikian.”

Beliau melanjutkan tentang Syiah yang tidak sesat,

“Saudaraku, Syiah yang tidak sesat adalah mereka yang mengikuti Ahlus Sunnah wal Jamaah, tidak mencaci sahabat, memuliakan mereka, namun mereka memuliakan dan mendahulukan Ahlul Bait Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam segala hal, kelompok ini sangat sedikit. Mereka termasuk golongan Ahlus Sunnah wal Jamaah, namun condong pada Ahlul Bait dalam segala hal, dan mereka mengaku sebagai Syiah karena menurut mereka bahwa Ahlus Sunnah wal Jamaah kurang memuliakan Ahlul Bait Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Hal seperti ini wajar saja dan bisa dimaklumi selama tidak bertentangan dengan syariah.”

Tentang mencaci Yazid dan Mu’awiyah Radhiyallahu ‘Anhum, beliau menerangkan perlunya pelurusan sejarah.

“Saudaraku yang kumuliakan, ada hal yang perlu diklarifikasi dalam sejarah, pembunuhan atas Imam Husein Radhiyallahu ‘Anhu bukan oleh Muawiyah, tapi oleh Yazid dan Muawiyah. Tidak terjadi perampasan putri putri keturunan Imam Ali Karamallahu wajhah..

Mengenai kejadian ini adalah cobaan yang demikian dahsyat, dan Muawiyah Radhiyallahu ‘Anhu ini dihasud oleh musuh musuh Islam dari kaum munafikin bahwa Ali bin Abi Thalib Karamallahu wajhah. membiarkan berkeliarannya pembunuh Khalifah Utsman Radhiyallahu ‘Anhu, Muawiyyah Radhiyallahu ‘Anhu termakan hasutan, sebagaimana beberapa sahabat lainnya, namun Muawiyyah dikabarkan taraju’ dan berwasiat kepada putranya Yazid untuk mengembalikan kepemimpinan Khalifah kepada putra putra Imam Ali Karamallahu wajhah..

Muawiyah Radhiyallahu ‘Anhu wafat dalam taubat dan Islam dan Iman, hal ini diakui oleh Jumhur Imam Imam Ahlul Bait dan Imam-imam Ahlus Sunnah wal Jamaah di luar Ahlul Bait.

Mengenai Yazid bin Muawiyah memang merupakan penguasa dhalim, namun ia pun termakan hasutan kaum munafikin yang mengatakan bahwa Imam Husein Radhiyallahu ‘Anhu datang membawa pasukan untuk merebut kekuasaan. Dan memang tampaknya secara dhahirnya memang demikian,  karena Imam Husein Radhiyallahu ‘Anhu memang diundang oleh kaum Khawarij untuk di Bai’at sebagai Khalifah, maka Imam Husein Radhiyallahu ‘Anhu pun terpancing untuk menerima undangan kaum khawarij. Lalu kabar sampai pada Yazid dan ia mengeluarkan pasukannya untuk menghabisi Imam Husein Radhiyallahu ‘Anhu yang disangka akan memberontak dan merebut khilafah, maka pembantaian terjadi. Kita tidak menyangkal bahwa perbuatan itu adalah kedhaliman yang nyata.

Namun kita tetap berjalan dengan syariah dan Iman, apa yang diperbuat oleh Imam Ali Zainal Abidin putra Imam Husein radhiyallahu ‘anhu? Apakah ia mencaci Yazid dan Muawiyah? Apa yang diperbuat Imam Jakfar Ash Shadiq rahimahullah, apakah ia mencaci mereka?

Munculkan satu dalil yang memperbolehkan mencaci Muslimin? Sedangkan Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah jelas-jelas melarang kita mencaci orang yang telah mati, sebagaimana sabda Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Janganlah kau caci orang yang telah mati, karena mereka telah berlalu kepada Allah” (Shahih Bukhari dan Shahih Muslim).

Apa urusan kita ikut ikut urusan yang telah terjadi 14 abad yang silam dengan ikut-ikut mencaci?, Sebenarnya hal seperti ini mesti diadili, bukan dicaci, karena caci maki tidak membawa manfaat. Bahkan akan membuat dosa dosa orang yang dicaci itu terhapus.

Namun untuk diadili maka sudah terlambat karena ia telah wafat, biarlah pengadilan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Maha Adil yang akan mengadili dg seadil adilnya, apakah kita merasa lebih berhak dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mengadili hamba hamba Nya?

Kita berpanut pada Imam Imam kita dari golongan Ahlul Bait dan bukan Ahlul Bait yang tidak mencaci Muawiyah dan Yazid, mereka para Imam-imam kita berpanut pada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sudah tahu bahwa cucunya akan dibantai begitu rupa, namun beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tak mencaci mereka.

Singkatnya saudaraku, jika kita mengakui cinta pada Ahlul Bait dan berada di pihak Ahlul Bait, maka ikutilah ajaran imam-imam Ahlul Bait, bagaimana budi pekerti mereka terhadap musuh, bagaimana sucinya jiwa mereka dari mencaci, bagaimana indahnya akhlak mereka pada semua makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka mewarisinya dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Jika kita mencaci maki, maka siapa yang kita ikuti? Kita hanya mengikuti hawa nafsu saja, dan justru hal ini membuat kita terlempar dari kelompok Imam Imam Ahlul Bait karena kita berkhianat pada mereka dan keluar dari bimbingan mereka dan mengatasnamakan hal ini sebagai ajaran ahlul bait.

Maka saudaraku, hindarilah caci maki.

Demikian saudaraku yang kumuliakan, semoga sukses dengan segala cita cita, semoga dalam kebahagiaan selalu.”

Ketika salah seorang jamaahnya (terindikasi Syiah) mengajukan argumentasi untuk melaknat dan mencaci-maki Yazid dan Muawiyah, Habib Mundzir Al Musawa menjawab:

“Saudaraku yang kumuliakan, Anda keliru memahami ucapan saya, Imam Husein adalah datukku dan pada tubuh ini mengalir darah Imam Husein Radhiyallahu ‘Anhu.

Bukan merebut tahta keduniawian sebagaimana tuduhan Anda kepada saya, dan kalimat itu tak ada dalam ucapan saya di atas, cuma Anda mesti berhati hati akan racun Syiah yang selalu memandang dari segi yang buruk daripada segi yang baik pada sahabat Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dan dalam hal ini kebenaran adalah jelas di fihak Imam Husein Radhiyallahu ‘Anhu, namun Yazid terpancing hasutan yang mengatakan bahwa Imam Husein radhiyallahu ‘anhu datang ingin merebut kekuasaannya. Dan Yazid telah berbuat dhalim kepada Imam Husein radhiyallahu ‘anhu.

Namun sebagaimana saya jelaskan bahwa Rasul Shallalahu ‘Aiahi wa Sallam dan seluruh pembesar Ahlul Bait tak mengajarkan mencaci Muslim.

Mengenai hadits riwayat Shahih Bukhari yang Anda sampaikan pada kejadian hujjatul wada’,[1] baiknya Anda jangan berfatwa buta, lihat makna hadits tersebut, bagaimana asbab wurudnya. Jika semua orang yang memerangi Muslim adalah kafir, lalu bagaimana dengan Imam Ali Karamallahu Wajhah yang juga memerangi orang Muslim yaitu Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu anha dan sahabat lainnya?

Maka dengan penyampaian Anda ini, Anda telah mengkafirkan imam Ali kw dan pengikutnya saat saling bunuh di perang Jamal? Silahkan laknat Imam Ali Karamallahu Wajhah karena beliau juga memimpin perang melawan Istri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Tentunya ini pendapat hawa nafsu, cukupkanlah dari mencaci orang Muslim, lihat ucapan ketika Imam Ali mendengar ada dari pengikutnya yang mencaci maki Muawiyah dan kelompoknya, beliau marah dan melarang, seraya berkata: “Aku tidak suka kalian menjadi pengumpat (pencaci-maki), tapi andaikata kalian tunjukkan perbuatan mereka dan kalian sebutkan keadaan mereka, maka hal yang demikian itu akan lebih diterima sebagai alasan. Selanjutnya kalian ganti cacian kalian kepada mereka dengan: “Yaa Allah tahanlah pertumpahan darah kami dan darah mereka, serta damaikanlah kami dengan mereka.” (Nahjul Balaghah – 323)

Demikian pengarahan Imam Ali kepada pengikutnya dan pecintanya. Jika mencaci maki Muawiyah dan pengikutnya saja dilarang oleh Imam Ali, lalu bagaimana dengan orang-orang Syiah sekarang yang mencaci maki bahkan mengkafirkan Muawiyah dan pengikut-pengikutnya, layakkah mereka disebut sebagai pengikut Imam Ali Karamallahu Wajhah?

Satu pertanyaan saya yang menjawab semua pernyataan Anda, adakah Imam Ali Karamallahu Wajhah mencaci Muawiyah Radhiyallahu Anhu, adakah Imam Husein? Atau Imam Hasan? Atau Imam Ali Zainal Abidin rahimahullah mencaci orang yang membunuh ayahandanya? Adakah Imam Muhammad Al Baqir? Atau Imam Ja’far Ash Shadiq?

Lalu siapa yg anda ikuti? Bukankah kalian mengaku mencintai Ahlul Bait?

Kami Ahlus Sunnah wal Jamaah mengikuti ajaran Imam-imam Ahlul Bait, kalian mengikuti siapa? Atau kalian merasa lebih benar dan lebih tahu Islam dari Imam Ali Karamallahu Wajhah? Atau lebih benar dari Imam Imam Ahlul Bait?

Demikian saudaraku yang kumuliakan, cobalah berfikir dengan Iman, tidak usah berfatwa dengan hawa nafsu, cukup ikuti perbuatan Imam Ali Karamallahu Wajhah, ikuti perbuatan Imam Imam Ahlulbait, bagaimana sujud mereka, akhlak mereka pada teman dan musuh, inilah pengikut Ahlul Bait.

Semoga sukses dengan segala cita cita, semoga dalam kebahagiaan selalu,  Wallahu a’lam.”

_______________________________


[1] Dari Jarir (bin Abdullah Al Bajali), Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepadanya ketika Haji Wada’ (haji terakhir dalam hidupnya Nabi), “Suruh tenanglah orang banyak itu (para sahabat disekitar Nabi)!” Kemudian beliau bersabda, “Janganlah kamu KAFIR kembali sesudahku, dimana sebagian kamu memenggal leher yang lain” (Sahih Bukhari juz 1 Bab Ilmu)