Menggantung Asa Pada "Pasar Madinah"

Dalam sejarah Islam, pasar memiliki peran yang sangat strategis dalam menunjang perkembangan suatu peradaban. Bahkan Rasulullah sendiri ketika beliau hijrah ke Madinah meminta langsung kepada para sahabat untuk mendirikan pasar setelah selesai membangun masjid. Peradaban manapun dalam sejarah dunia selalu memiliki kaki peradaban berupa pasar yang baik. Bahkan Karen Amstrong, salah satu tokoh intelektual barat yang banyak menulis tentang sejarah Islam, dalam bukunya mengatakan bahwa pasar yang paling ramailah yang menjadi bukti paling absah tentang kejayaan suatu bangsa.

Sebuah bangsa atau komunitas kalau sudah kehilangan pasar, maka pertanda mereka sudah kehilangan kejayaan. Sebuah pasar yang ramai di suatu tempat cukup menjadi bukti bahwa orang-orang di tempat itu:

  1. Dihormati
  2. Diminati
  3. Disukai
  4. Dipercayai
  5. Dikasihi
  6. Diberikan
  7. Diharapkan

Sebuah pasar yang ramai juga bisa sebagai pertanda bahwa masyarakat di sana:

  1. Pekerja keras
  2. Menghargai orang lain
  3. Suka membantu orang lain
  4. Mampu bekerja sama
  5. Pandai bernegosiasi dan berkomunikasi
  6. Dan sebagainya

Pasar ideal yang terlahir karena kerja keras masyarakat setempat dan tanggapan positif orang lain diungkapkan orang dengan kalimat ”pasar itu hanya mau muncul di tempat yang pasar itu sendiri sukai.”.

Pasar yang ideal sebagaimana pesan nabi adalah “fala yuntaqashanna wala yudhrabanna”. Fala yuntaqashanna yakni jangan dipersempit, maksudnya agar semua orang dapat berjualan. Wala yudhrabanna maksudnya jangan dibebani dengan biaya-biaya.

Baru-baru ini bertempat di kawasan Kelapa Dua Depok sudah digagas sebuah pasar yang disebut “Pasar/Bazaar Madinah”. Ide tersebut awalnya dimunculkan oleh Dr. Muhaimin Iqbal. Konsepnya adalah bangunan fisik bisa disediakan oleh swasta atau pemerintah atau individu dan masyarakat diberikan keleluasaan untuk berjualan tanpa dikenakan biaya yang memberatkan. Hal ini penting untuk mencegah supaya jangan sampai pasar hanya bisa diakses dan dikuasai oleh orang-orang yang memiliki modal (seperti yg terjadi sekarang).

Setiap masyarakat diberikan kesempatan yang sama, namun memprioritaskan masyarakat kecil akan lebih baik karena pasar bisa menjadi gerbang kemakmuran dan solusi dari permasalahan kemiskinan. Setiap penjual tidak dikenakan beban sewa melainkan bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh. Jika berminat untuk berjualan lebih besar dari daya tampung pasar maka diberlakukan sistem penggiliran secara proporsional.

Selain itu, untuk menciptakan pasar yang kondusif maka setiap calon penjual waktu melakukan pengajuan untuk berjualan harus memahami serta wajib mentaati ketentuan yang sudah ditetapkan, seperti tidak boleh menipu, mengurangi timbangan, menyembunyikan cacat barang dan tidak boleh membuat sumpah palsu untuk melariskan dagangan. Untuk menjamin hal tersebut maka diperlukan seorang yang bertugas untuk mengawasi jalannya transaksi.

Sampai saat ini sudah hampir ratusan pedagang kecil sudah merasakan manfaat dari keberadaan pasar tersebut. Mereka tidak perlu lagi khawatir dengan tingginya biaya sewa, dikejar kamtibmas, atau dipalak oleh preman. Inilah solusi riil yang ditawarkan oleh pendirinya didalam memutus rantai kemiskinan. Semoga keberadaan pasar sejenis lebih banyak mendapat tempat di masyarakat.

 

Oleh: Muhamad Husaeni, Ciputat-Tangerang Selatan
Facebook  – Blog