Lunturnya Keramahan

Kita hidup di zaman yang semakin egois. Saya pernah mengamati orang yang naik kereta api berhadap-hadapan dari Semarang sampai Jakarta. Betah tanpa saling menyapa sepanjang perjalanan. Asyik berjam-jam dengan gadget masing-masing.

Saya heran, apakah mereka tidak ingin menambah teman dan merasakan hangatnya persahabatan? Apalagi jika kita aktifis dakwah.

Dinginnya perkenalan bisa menyakitkan orang lain dan membuat rejeki melayang.

Pernah kami ingin mengundang seorang motivator nasional yang cukup terkenal (dan pastinya dibayar) untuk mengisi acara pelajar Semarang. Mas Danar Dono -salah satu panitia- menolak. Alasan Mas Danar sederhana: Pernah jalan semobil dengan Motivator tersebut, dan sama sekali tidak disapa alias dicuekin. Sahabat saya yang agak melow ini rupanya sakit hati. Hehe..

Abbas As-Sisiy seorang Kyai dari Mesir dalam buku lama beliau: “AthThoriq ilal Qulub”, banyak menceritakan kisah-kisah memikat hati. Kisah itu menunjukkan betapa hangat hati beliau sebagai seorang dai. Beliau berusaha beramah tamah dengan siapapun yang beliau jumpai. Walaupun sebelumnya tidak kenal.

Kyai Abbas As-Sisiy cukup serius untuk bisa akrab dengan orang yang baru ditemuinya. Bahkan beliau menggunakan cara yang cukupekstrem saat ingin menyapa seseorang di kereta api: menginjak sepatunya, kemudian minta maaf. Setelah itu mengajaknya mengobrol dengan akrab. (Note: Kisah-kisah di buku ini untuk dakwah ya. Jangan dipakai untuk nge-modus. Hehe..)

Menyapa walau hanya sebentar bisa memberikan pengaruh yang tak terduga. Seorang tukang sapu sangat terharu saat disapa Bung Karno dan menjadi kisah kebanggaannya. Seorang karyawan hotel di China tertarik masuk Islam setelah disapa Syaikh Sudais dengan ramah.

Hari ini saya mendapat telpon dari sekuriti sebuah cucian mobil karena tas yang berisi laptop milik saya tertinggal.

Saya rasa selain karena kejujuran mas sekuriti, juga karena keakraban kami. Padahal saya hanya menyapanya tidak sampai dua menit sebelum masuk ruang tunggu. Sampai kemarin saya tidak tahu nama beliau. Baru tahu hari ini saya tahu namanya, itu karena laptop saya ketinggalan.

Kehangatan (apalagi dalam dakwah) bisa dirasakan dengan menyapa. Walau hanya dua menit.