Konsistensi Beramal dalam Komitmen Berdakwah

Jam 07:35 menurut laptop Dani. Sebuah reminder menyala: Artikel Dakwah Fimadani, begitu judulnya. Ia seperti mendapat peringatan keras: ingat komitmenmu dulu, satu artikel setiap pekan. Astaghfirullaah, sementara saat ini sudah lebih dua bulan ia tidak mengirim artikel.

Awalnya ia mengajukan alasan kesibukan kerja, kemudian fokus I’tikaf Ramadhan, kemudian….  apa ya? Entah lupa, lalai, malas atau apa pun. Yang jelas pagi ini ia memutuskan untuk menulis tentang konsistensi, sebuah nasihat untuk dirinya sendiri. Mudah-mudahan bermanfaat juga bagi pembaca, doanya dalam hati.

Konsistensi itu Berat

Ketika turun surat Huud ayat 112, Nabi Muhammad saw berkomentar, “Ayat ini membuat rambutku beruban.” Hal ini menunjukkan bahwa menurut beliau, memelihara amal agar senantiasa dilaksanakan memanglah berat. Isi ayat tersebut adalah tentang konsistensi dimana Allah berfirman:

Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan. (QS Huud 11:112)

Konsistensi Adalah Kunci Kesuksesan

Perumpamaan sukses yang paling mudah adalah petani yang berhasil memanen padinya. Ia menanam, merawat, memberi pupuk, membasmi hama, membuang rumput yang tumbuh, mengusir burung-burung, sampai akhirnya berhasil memanen ketika musimnya tiba. Petani yang menanam tanpa merawat tidak bisa memanen. Petani yang memupuk tanpa membasmi hama akan kecewa. Petani yang tidak membuang rumput tidak akan memperoleh hasil. Dan petani yang tidak mengusir burung mungkin hanya akan memanen beberapa bulir padi sebanyak yang disisakan burung-burung.

Orang yang beramal tanpa konsistensi dapat digambarkan sebagai orang yang telah menanam tetapi tidak merawat sehingga amalnya layu, kurus kering, hancur diserang dosa, atau bahkan habis musnah sehingga ketika datang saatnya menghadap Allah, ia kebingungan karena tidak satu bulir pun pahala bisa dipetiknya. Na’uudzubillaahi min dzaalik.

Gambaran penyesalan dari orang yang tidak dapat memetik hasilnya pada hari kiamat dilukiskan dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 266:

Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; Dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang Dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya. (QS Al Baqarah 2; 266)

Mengapa Tidak Konsisten?

Belajar dari kasus Dani, beberapa hal yang menyebabkannya tidak konsisten adalah:

1. Kesibukan yang Mengaburkan Prioritas

Menjelang Ramadhan, volume pekerjaan di kantor Dani meningkat drastis. Banyak pertemuan dengan pihak ketiga yang jadwalnya dimajukan untuk mengantisipasi alasan jam karet dan ‘ibadah berbaring’ yang sering mereka ajukan sebagaimana pengalaman tahun-tahun sebelumnya. Sebagai akibatnya, waktu yang biasanya ditargetkan untuk menuntaskan pelayanan terhadap satu pihak ‘dimampatkan’ untuk melayani tiga bahkan empat pihak sekaligus.

Kesibukan semacam ini sempat diberitahukannya kepada penanggungjawab rubrik, dan dengan bijak penanggungjawab rubriknya memberi izin untuk tidak menulis pada saat-saat tersebut. Saat itu Dani lupa bahwa menulis di rubrik tersebut merupakan aktifitas yang telah dijadikannya salah satu prioritas utama.

2. Menunda

Meskipun ia sangat sibuk sebagaimana poin 2 diatas, sebenarnya tetap ada cukup waktu untuk menulis andai saja ia tidak menunda-nunda. Memang Ramadhan membuat siapa pun merasa dikejar-kejar waktu, tetapi justru karena itulah pahala pada bulan tersebut dilipatgandakan. Dengan alasan perlu istirahat, mengerjakan ini-itu dan sebagainya, Dani lebih memilih untuk tidak mengirim artikel ke rubrik yang menjadi amanahnya.

3. Perfectionist

Penyebab lain Dani tidak menulis adalah sifatnya yang perfectionist, selalu ingin membuat hasil pekerjaannya sesempurna mungkin. Hal ini membuatnya men-delete semua tulisan yang sempat tertuang karena merasa bahwa tulisan tersebut kurang berbobot, terlalu berat, tidak cocok dan sebagainya. Seandainya saat itu ia mau menyingkirkan sifat perfectionist-nya, ia bisa tetap mengirik kontribusi lalu memberi kesempatan kepada redaksi untuk mengedit, menyempurnakan atau memintanya memperbaiki tulisan dan mengirimkannya kembali dengan beberapa saran perbaikan.

Pelajaran Agar Kita Konsisten

1. Ikhlas

Meskipun kita tidak bisa menilai keikhlasan hati Dani, tetapi syarat mutlak agar kita bisa konsisten adalah ikhlas. Tanpa keikhlasan, kita akan merasa berat dan selalu mencari-cari alasan untuk meninggalkan suatu amal. Dengan keikhlasan, kita akan mencintai suatu amal sehingga tetap melaksanakannya dalam kondisi apa pun. Tanpa bosan, tanpa pernah puas dan tanpa rasa malas atau enggan.

2. Membuat Skala Prioritas

Selain manajemen waktu, penting sekali untuk membuat skala prioritas. Orang yang memiliki skala prioritas akan sukses dalam jangka panjang, jangka menengah maupun jangka pendek. Skala prioritas itu seperti menjadi penuntun baginya untuk mengiyakan atau menolak sebuah kegiatan. Tanpa skala prioritas, orang akan terombang-ambing dalam banyak kesibukan yang tidak efektif. Ia menyanggupi banyak hal, tidak berani menolak banyak hal, atau mengiyakan hal-hal yang remeh sementara menolak hal-hal yang justru strategis. Hal ini akan membuatnya gagal dalam jangka panjang, jangka menengah, bahkan mungkin juga gagal dalam jangka pendeknya.

3. Jangan Suka Menunda

Salah satu candaan yang sering kita dengar adalah, “Jangan lakukan sekarang apa yang bisa ditunda besok”. Pada kenyataannya, kebiasaan menunda memberi banyak efek negatif. Menunda membuat kita terbebani dua kali karena pada saat menunda, pikiran kita tetap dihantui oleh pekerjaan tersebut meskipun kita sedang melakukan kegiatan yang lain. Tidak jarang juga menunda berarti menghilangkan kesempatan kita untuk mengerjakannya sama sekali, karena ketika kita menunda sangat mungkin pekerjaan tersebut akan diselesaikan oleh orang lain.

4. Realistis Dengan Tetap Memberikan yang Terbaik

Kita harus terbiasa memberikan hasil terbaik secara realistis, sesuai dengan deadline yang ditetapkan. Memberi makan orang kelaparan tidak boleh menunggu sampai kita berhasil menyajikan makanan yang lezat, dan menyebarkan dakwah tidak boleh ditunda sampai orang tidak mempunyai celah untuk mengkritik ucapan kita. Dalam perumpamaan lain, kita harus mengumpulkan tugas kesenian meski kita belum sekelas maestro dan kita boleh bernasyid ria meski kita bukan diva. Ketika mengemban sebuah amanah, kita harus mengerjakannya sebaik mungkin, lalu menyerahkan hasil terbaik itu tanpa perlu menjadikan hasil tersebut sebagai yang paling sempurna.

5. Beramal Bersama

Melibatkan teman apalagi banyak orang dalam sebuah aktifitas membuat kita lebih bersemangat dan lebih konsisten dalam menjaga suatu amal. Setiap manusia mengalami masa naik turunnya keimanan. Agar tetap terjaga, Islam menganjurkan kita terikat dalam jamaah sehingga saudara yang imannya sedang naik bisa mengingatkan saudaranya yang imannya sedang turun, lalu bergantian pada kesempatan yang lain ketika kondisinya berkebalikan dan seterusnya.

Mudah-mudahan artikel ini bermanfaat bagi kita semua, aamiin….