Kisah Seekor Semut

Sahabat, pernahkah kalian melihat seekor semut? Seekor semut yang sedang membawa makanan dengan badannya. Apakah yang akan kita katakan ketika melihatnya? Seekor semut sedang membawa makanan dengan badannya menuju tempat bersarangnya. Makanan yang dia bawa lebih besar daripada ukuran badannya. Tapi, pelan-pelan dia tetap berjalan membawa makanan tersebut hingga sampai ke sarang kemudian dimakan bersama-sama.

Dari cerita singkat diatas, satu pelajaran telah kita peroleh bahwa seekor semut mampu membawa makanan melebihi ukuran badannya. Jika diartikan makanan sebagai beban maka semut bisa membawa beban lebih berat daripada badannya. Apakah manusia seperti semut?

Setiap manusia diberikan beban ataupun cobaan tidak akan pernah melebihi kapasitas manusia tersebut. Tiap orang punya takaran masing-masing. Bersyukurlah kita diciptakan sebagai manusia bukan sebagai semut yang harus menanggung beban melebihi kemampuannya. Tapi, dibalik itu semut diberikan kekuatan untuk tetap bisa bertahan dan hidup walaupun beban yang dia pikul melebihi batas.

Kembali ke manusia, tak ada seorang manusia pun diberikan beban (cobaan/masalah) melebihi batas kemampuannya. Terkadang, hanya manusia sendirilah yang membuat cobaan/masalah itu besar. Padahal, jika dia berusaha untuk menyelesaikannya maka masalah/cobaan tersebut akan terselesaikan.

Bukankah dengan jelas tertuang di dalam kitab suci umat Islam. Tertulis dengan indah,
”Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya/kemampuannya”
(QS Al Baqarah : 286)

Mengapa hingga sekarang kita masih berkeluh kesah bahkan berputus asa dengan segala masalah keduniaan? Tak sadarkah kita selama ini bahwa semua itu masih berada di dalam batas kesanggupan kita?

Seandaiknya manusia menjadi semut. Mungkin, dia akan mengeluh sebab dilimpahkan cobaan diatas kemampuannya. Tetapi, tidak dengan semut. Dia tetap menjalani kehidupannya walaupun harus menompang beban yang lebih berat. Tak ada rasa putus asa sedikit pun di dalam diri si semut.

Semut dengan tubuh mungil saja tidak pernah mengeluh ketika harus membawa makanan (beban) diluar batas kesanggupannya. Mengapa manusia yang besar, berakal dan berilmu harus mengeluh ketika dihadiahkan cobaan/masalah di dalam dirinya? Padahal masalah/cobaan tersebut tak akan pernah melebihi batas kesanggupannya.

Diri pribadi masing-masinglah yang akan menyikapi semua problematika kehidupan yang akan dijalani sehari-hari. Akankah diri ini tetap mengeluh ataukah dihadapi dengan berbagai cara?

Alangkah malu diri ini dengan semut yang kecil. Jika tak mampu mengatasi berbagai permasalahan hidup yang menimpa diri. Selama kita hidup di dunia selama itu pula permasalahan hidup akan membersamai. Jika tidak ingin dibersamai, maka tinggalkan dunia untuk selama-lamanya.

Disaat cobaan menghampiri diri ini. Apakah kita akan mengeluh atau berlari sejauh mungkin agar cobaan tak menghinggapi? Berlari dari kenyataan. Apakah itu sikap seorang makhluk yang diciptakan dengan bentuk sebaik-baiknya?
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”
(QS. At Tiin : 4)

Manusia diciptakan dengan dianugerahkan akal dan nafsu. Dimana akal tak dimiliki oleh binatang. Binatang hanya memiliki nafsu. Sedangkan malaikat hanya memiliki akal. Maka dari itu, terkadang kita akan mendengar manusia menjadi buruk melebih binatang atau manusia menjadi lebih baik melebihi malaikat.

Manusia menjadi lebih buruk melebihi binatang tatkala ia menuruti semua hawa nafsunya. Dia ditundukkan oleh nafsu. Seharusnya, manusia yang menundukkan nafsu.

Manusia menjadi lebih baik melebihi malaikat saat ia mampu menggunakan akal secara jernih dan mampu mengendalikan nafsu yang membara di dalam dirinya.

Disaat cobaan itu menimpa diri manusia, akalkah atau nafsukah yang digunakan? Apabila akal yang digunakan maka cobaan itu akan mampu diatasi dan dilewati sebab akal akan menuntunnya menuju sebuah penyelesaian.

Sebaliknya, jika menggunakan nafsu maka cobaan akan terasa semakin besar sebab akal tak dia fungsikan untuk mengatasi dan mencari solusi dari cobaan tersebut.

Memillih yang manakah kita? Apakah memilih untuk menjadi manusia yang lebih buruk daripada binatang? Atau menjadi manusia yang lebih baik daripada malaikat?

Segala beban atau cobaan yang menimpa diri manusia adalah suatu bentuk kasih sayang yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya. Namun, selama ini manusia tak menyadari bahwa itu adalah bentuk cinta dan kasih sayang-Nya. Manusia hanya berpikiran bahwa itu adalah cobaan yang akan meruntuhkan dan mempersulit hidupnya.

Dengan cobaan itu pula manusia diharapkan semakin mendekatkan diri kepada-Nya. Layaknya semut karena kedekatannya dengan Sang Pencipta sampai sekarang dia tak pernah mengeluh jika harus membawa beban melebihi batas kesanggupannya.

Semut dengan beban yang melebihi kemampuannya tetap mendekatkan diri kepada-Nya. Mengapa kita yang hanya diberikan kasih sayang dan cinta dalam bentuk beban yang tak pernah diluar batas kesanggupan manusia semakin menjauhkan diri ini dari Sang Pencipta?

Dia ingin kita terus mendekat. Mendekat dengan berbagai ibadah yang diperbuat. Lewat sholat. Lewat zakat bahkan lewat sholawat agar kita semua membuktikan bahwa benar muslim adalah sebaik-baiknya umat.

Hari ini kita banyak belajar dari seekor semut yang tak pernah mengeluh bahkan berputus asa dari segala macam beban yang menimpa dirinya. Dia akan tetap taat dengan caranya masing-masing. Semoga manusia pun akan tetap taat dan semakin mendekat ketika beban yang ada dipunggung mulai melekat. Semua memberikan hikmah dan pelajaran kepada manusia yang mampu memahami ayat-ayat-Nya yang bertebaran di muka bumi ini.