Ketika Kebenaran Menjadi Pembenaran

Samudera impian tidak akan memuaskan bagi manusia. Andai mereka sudah mendapatkan emas satu gunung, niscaya mereka akan meminta dua gunung, tiga gunung dan seterusnya. Stok mimpi manusia tidak akan habis sebelum kehidupan mereka berakhir. Perlu di ketahui, bahwa impian manusia adalah pemicu untuk hidup, dia adalah bahan bakar. Mereka berharap kelak akan hidup sukses, sekolah rampung, skripsi tuntas, memiliki rumah mewah, menikah, menyekolahkan anak atau orang ”kecil” juga memiliki harapan meskipun itu tidak begitu tinggi, yakni berharap agar besok anak-anak mereka bisa makan. Kecintaan manusia akan keidupan dunia ini di jelaskan Allah dalam firmanNya.

“Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan,berupa perempuan-perempuan,anak-anak,harta benda yang bertempuk dalam bentuk emas dan perak,kuda pilihan,hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan disisi Allah lah tempat kembali yang baik” (Ali- ‘imran 114)

Dari kecintaan inilah mereka memiliki kekuatan untuk mengejar impian-impiannya. Namun, di kehidupan modern seperti ini, kecintaan manusia kadang membuat kita mengelus dada. Ada orang yang sudah kaya, berduit memiliki rumah banyak masih saja semangat menumpuk hartanya meski harus dengan cara yang tidak halal. Nilai kebenaran perlahan pudar karena terselimuti pembenaran-pembenaran. Dalam hal ini, ada tiga hal yang membuat manusia selalu cinta kepadanya.

 

Harta

Dalam proses menjemput rizki Allah, ada saja yang menggunakan cara yang kurang sportif. Ide tiba-tiba muncul begitu saja sampai melahirkan pemikiran yang luar biasa. Dengan modal seikit namun hasil banyak. Ranjau paku sengaja di tebarkan di jalan-jalan agar tambal ban-nya laris. Takut mengeluarkan biaya banyak akhirnya bumbu-bumbu pun di palsukan, jajanan anak-anak di jadikan ladang sukses untuk meraup keuntungan, kemudian muncul produk-produk yang merugikan masyarakat seperti sapi gelonggongan dan lain-lain. Naudzubillah.

Adapun manusia yang malas dan tidak bertangggung jawab terlalu cerdas sampai mereka memiliki siasat untuk mendpatkan uang tanpa harus repot-repot. Ya, judi di jadikan alternatif untuk mengadu nasib menjadi lebih baik. Padahal tidak, yang ada malah yang kaya semakin miskin dan yang miskin semakin melarat dan ujung-ujungnya adalah stress dan terjadilah tindakan kriminal.

Akhir-akhir ini kita juga menyasikan bahwa televisi selalu tidak bosan-bosannya menayangkan berita pembunuhan, pemerkosaan, penculikan sampai pembuangan anak. Alasannya juga beragam, namun kebanyakan semua itu terjadi karena faktor stress yang di sebabkan kekuatan ekonomi. Karena takut miskin, anak di buang. Karena hanya stress, istri di bunuh. Sungguh, manusia macam apa ini? Pernahkah melihat induk ayam? Ia mengerami telur sampai menetas dan selalu menghangatkan si anak ayam agar tetap hangat. Sekalipun binatang tidak berakal, mereka tak mungkin membunuh anaknya sendiri.

Ekonomi menjadi persoalan yang populer di negeri kita ini. Seperti yang di riwayatkan Ka’a ibn Iyadh bahwa Rasullah pernah bersabda

 “Sesungguhnya masing-masing umat itu mempunyai cobaan dan cobaaan umatku adalah harta dan kekayaan” (HR At-Tirmidzi)

Kita bisa saksikan sendiri bahwa harta mampu menyihir mata manusia sekaligus mata hari manusia. Demi harta warisan, saling jegal-menjegal. Naudzubillah. Dengan harta, manusia merasa bisa membeli apapun dan bertindak semena-mena. Padahal uang, mobil, rumah tidak akan di bawa sampai mati.

 

Kedudukan

Bagi orang kebanyakan, kedudukan atau jabatan sangatlah penting. Seperti yang kita ketahui jika menjadi serorang kepala desa saja ada yang mengeluarkan uang satu milyar untuk kampanye. Harapannya dengan membeli suara per orang seharga 25-50 ribu bisa memilih dirinya. Padahal gaji kepala desa belum sampai dua puluh juta per bulan. Adapula yang berambisi menjadi anggota dewan meski kemampuannya sangat diragukan. Sangat awam sekali dalam bidang perpolitikan dan yang terjadi malah menyengsaraan rakyat.

Fenomena ini terjadi karena mereka tidak memiliki keahlian untuk itu. Rapat saja masih sering mangkir. Kemudian fenomena pegawai negeri baru-baru ini. Pegawai negeri adalah incaran populer bagi lulusan. Mereka berharap gaji tetap dan tunjangan. Padahal uang mereka berasal dari APBN, kalau mereka berlomba jadi pegawai negeri semua, mungkin pembangunan akan lambat karena dana untuk gaji PNS saja mencapai 50 persen lebih.

Pegawai negeri kadang juga kurang mengabdi mereka ada pula yang bandel dan bolos kerja. Bagi mereka tenang-tenang saja karena gaji sudah tetap dan sudah di jamin pemerintah. Kalau kerja mereka tidak terurus, bagaimana dengan masyarakat? Padahal merekalah yang menggaji pegawai negeri melalui pajak. Perlu ada seleksi ketat agar pegawai negeri tidak main-main dan masalah perebutan jabatan kadang mebbuat kita prihatin. Pembenaran tiba-tiba muncul dan meresahkan masyarakat sampai mereka menyalah gunakan jabatan tersebut. Tidak perduli rakyat kelaparan asal perut kenyang. Rasulullah menggambarkan kerakusan orang atas kedudukan seperti serigala. Di riwayatkan Ka’ab ibn Malik ra bahwa Rasullah bersabda.

“rakusnya seseorang atas harta dan kedudukannya terhadap agamanya,lebih bahaya daripada dua serigala lapar yang di lepas di padang gembala” (HR At-Tirmidzi)

Banyak pula pejabat yang angkuh dan tidak sadar jika ia juga berasal dari orang kecil. Namun ada kisah Salman Al-Farisi ketika ia menjabat sebagai gubernur Madain.  Seperti di kisahkan oleh Hisyam bin hisan dari Hasan

Salman sebenarnya di gaji sebagai gubernur atau amir tidaklah sedikit. Tapi kezuhudannya luar biasa. Mirip seperti khalifah Umar bin Khattab. Suatu hari ada seorang dari Syiria yang terlihat lelah karena membawa minyak zaitun dan kurma. Karena terlalu lelah ia berhenti dan ia mendapati orang yang terlihat biasa-biasa dan golongan tak berpunya. Akhirnya ia berpikir akan mengurus orang itu dan ia memberi isyarat pada orang itu dan Salman pun menurut.

“Tolong bawakan barangku ini” di pikullah barang itu oleh Salman. Kemudian tak lama kemudian di perjalanan mereka berpapasan dengan rombongan dan Salman memberi salam pada mereka sambil berhenti.

“Juga kepada amir, kami ucapkan salam” mendengar itu, orang Syiria agak bingung.

Amir? Amir siapa? Dan keheranan itu bertambah ketiga rombangan yang berpapasan tadi mendekat kepada orang yang memikul bawaannya.

“Berikanlah kepada kami wahai amir” kata mereka. Orang syiria itu baru mengerti ternyata yang ia suruh tak lain adalah gubernur Madain sendiri. Karena tidak enak hati, orang Syiria itu pun mendekat ke Salman tapi Salman berkata sambil menggeleng.

“Tidak, sebelum kuantarkan sampai ke rumahmu”

Subhanallah, sungguh mulianya sikap pejabat yang satu ini. Ini sangat berbeda sekali dnegan pejabat-pejabat yang saat ini melejit. Mereka mungkin awanya memiliki tujuan mulia akan tetap cobaan bernama harta dan kedudukan seperti yang di sabdakan Rasulah sangatlah menggoda di mata manusia. Menjadi orang yang mencari kebenaran di tengah orang-orang mencari pembenaran tidak lah mudah. Kebenaran yang seharusnya terbit di hati kita malah menjadi pembenaran-pembenaran yang di benci Allah.

 

 Oleh: Taufiq Abdillah, Sidoarjo

Mahasiswa dan pengelola Komunitas Hamasah