Kesaktian Beras Merah

Beras, butir padi yang telah dibuang kulit luar-(sekam atau epicarp)-nya, merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Selain diselimuti epicarp, terdiri dari cellulose yang keras, sebutir beras juga memiliki struktur lapisan kulit dalam, disebut pericarp, terdiri atas 2- 3 lapis sel yang dibatasi selapis sel kubik bernama aleuron. Lapisan ini melingkupi bagian dalam biji yang disebut endosperm. Sedangkan lembaga, merupakan bakal benih tanaman, melekat pada bagian pangkalnya.
Dari cara pengolahan, selain dikenal beras Pecah Kulit (beras yang dibebaskan bagian sekamnya saja), beras Giling Sempurna (beras giling yang bersih dari lapisan luar biji dan lembaga), dan beras Poles (beras Giling Sempurna yang digosok kembali hingga putih mengkilap – dapat juga kemudian dilapisi minyak) –ketika dalam proses penggilingan, butir-butir beras utuh dipisahkan dari butir-butir yang pecah. Beras giling yang terdiri atas butir-butir beras utuh saja disebut beras Kepala– dikenal pula beras Parboil, beras Konversi, serta beras Premix. Meski dari sudut gizi 3 beras terakhir lebih hebat, namun keberadaannya di pasaran sulit ditemukan. Selain harganya lebih mahal, warnanya pun umumnya tidak menggairahkan, sehingga masyarakat kita kurang menyukainya (beras Parboil biasa dikonsumsi oleh masyarakat India, Cina, serta negara-negara Timur Tengah). Sedangkan dari sisi jenis, masyarakat menggolongkan beras menjadi 3 golongan : beras Putih (dipisahkan lagi menjadi Pulen dan Pera), beras Ketan, dan beras Merah.
 
Tetapi apapun nama berasnya, yang awam tahu tentangnya, bahan ini hanyalah sumber karbohidrat semata, pengenyang perut, “bensin” untuk beraktifitas. Padahal, jika saja mau sedikit iseng “membongkarnya”, utamanya beras merah, memiliki juga “kesaktian” lainnya.
 
Mendongkrak  “Daya Juang”
 
Beras merah telah dikenal sejak tahun 2800 SM. Oleh para tabib saat itu, benda ini dipercaya memiliki nilai-nilai medis yang dapat memulihkan kembali rasa tenang dan damai. Banyak penulis di Asia Timur masa dahulu mengatakan bahwa beras merah merupakan jenis makanan yang dapat menyembuhkan penyakit lantaran keseimbangan alamiahnya. Pada masa kini, para ahli makrobiotik telah pula menyatakan persetujuannya.
 
Meski, dibanding beras putih, kandungan karbohidrat beras merah lebih rendah (78,9 g : 75,7 g), tetapi hasil analisis Nio (1992) menunjukkan, nilai energi yang dihasilkan beras merah justru diatas beras putih (349 kal : 353 kal). Selain lebih kaya protein (6,8 g : 8,2 g), hal tersebut mungkin disebabkan kandungan tiaminnya yang lebih tinggi (0,12 mg : 0,31 mg). Tiamin (kecukupan yang dianjurkan untuk dewasa pria usia 20 – 59 tahun 1,2 mg / hari, sedangkan untuk wanita 1 mg / hari) berfungsi sebagai koenzim berbagai reaksi metabolisme energi, untuk dekarboksilasi oksidatif piruvat menjadi asetil KoA dan memungkinkan masuknya substrat yang dapat dioksidasi ke dalam siklus krebs guna pembentukan energi. Kekurangan tiamin, biasanya terjadi pada orang lanjut usia, dapat memunculkan gejala sistem pencernaan yang berupa penyerapan buruk, sembelit, peka atau tak tahan bahan makanan tertentu, dan hilangnya nafsu makan. Disamping itu, tak jarang juga menimbulkan gejala gangguan saraf berupa penurunan daya ingat, gelisah, dan mati rasa pada tangan dan kaki, selain menjadi sangat peka terhadap rasa nyeri, koordinasi tubuh memburuk, dan lemah.
 
Unsur gizi lain yang diperkirakan juga berpengaruh pada pendongkrakan energi beras merah adalah fosfor (243 mg / 100 g bahan. Kecukupan yang dianjurkan untuk pria usia 20 – 45 tahun adalah 500 mg / hari, sedangkan untuk wanita 450 mg / hari). Melalui proses fosforilasi fosfor mengaktifkan berbagai enzim dan vitamin B dalam pengalihan energi pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Boleh jadi lantaran kemampuannya itu pula kenapa Dr Morton Walker dan Joan Walker, penulis Sexual Nutrition : The Lover’s Diet, mengindikasikan pria yang ‘setengah hati’ berhubungan seksual, kurang mampu “mengangkat senjata” atau mengalami penurunan “semangat juang” maupun loyo ditengah “medan perang”, sebagai pria yang kekurangan fosfor, sebab tidak cukup banyak karbohidrat, lemak dan protein yang bisa diurainya menjadi energi.
 
Akibat lain kekurangan fosfor adalah minimnya produksi hormon seks laki-laki, testoteron. Cairan reproduksi laki-laki sebagian besar berisi lesitin. Kemampuan seksual bisa melorot jika jumlah lesitin merosot. Lesitin sendiri merupakan hasil kerja bareng antara fosfor, nitrogen, asam lemak, dan gliserol.
 
Mencegah Kanker ?
 
Tahun 1992, Mindy Hermann R.D., lewat artikel berjudul Minerals : from B to Z, mengendus zat lain yang juga bisa dijagokan dari beras merah, namanya selenium, sebanyak 39 ug / 100 g bahan (kecukupan yang dianjurkan untuk laki-laki usia 16 tahun ke atas adalah 70 ug/hari, sementara untuk wanita dengan rentang usia yang sama, tidak hamil dan tak menyusui, 50 – 55 ug/hari). Selenium merupakan elemen kelumit (trace element) yang merupakan bagian esensial dari enzim glutation peroksidase. Enzim ini berperan sebagai katalisator dalam pemecahan peroksida menjadi ikatan yang tidak bersifat toksik – peroksida dapat berubah menjadi radikal bebas yang mampu mengoksidasi asam lemak tidak jenuh dalam membran sel, hingga merusak membran tersebut, menyebabkan kanker dan penyakit degeneratif lainnya. Karena kemampuannya itulah banyak pakar mengatakan, bahan ini mempunyai potensi untuk mencegah penyakit kanker dan penyakit degeneratif lain.
 
Study selama sepuluh tahun yang ‘dikomandani’ the Arizona Cancer Center, pada 1.312 laki-laki dan perempuan dengan riwayat kanker kulit –setengahnya diberi suplemen selenium sebanyak 200 ug sehari, setengahnya lagi diberi plasebo– mendapatkan, meski belum terbukti kemanjurannya menjaga subjek dari mendapat kanker kulit baru, kemampuan mineral ini dalam melindungi dari serangan beberapa tipe kanker lainnya. Partisipan yang diberi suplemen selenium memiliki 63%, 58%, dan 46% kemungkinan lebih rendah mendapat kanker prostat, kolorektal, serta paru-paru dibanding mereka yang disuguhi placebo.
Hasil tersebut memperkuat asumsi sebelumnya. Survey geografi memperlihatkan, pada sebagian wilayah Amerika, dimana kandungan tanahnya miskin selenium, angka kejadian kanker 10% lebih tinggi dibanding wilayah lain yang kandungan tanahnya kaya selenium. Beberapa studi pada binatang telah memperlihatkan pula, pemberian mineral ini dapat mencegah binatang tersebut dari terkaman kanker.
Tapi kehebatan selenium tidak cuma itu. Hasil Pengamatan pada pasien yang mendapat makanan parenteral total –umumnya tidak mengandung selenium– sampai terjadi penurunan aktivitas glutation peroksidase, terintip munculnya kesan lemah, sakit pada otot-otot hingga kardiomiopati. Sementara hasil penelitian yang dilakukan para ahli US Departement of Agriculture, yang melakukan pengetesan pada beberapa wanita di New Zealand (di wilayah yang tanahnya memiliki kandungan selenium rendah) yang diberi suplemen selenium secara bervariasi selama enam bulan, menemukan, pada mereka yang diberi selenium 400 ug sehari, memperlihatkan kemajuan yang signifikan berkaitan dengan mood dan level energi mereka dibanding wanita yang tidak diberi atau diberi dengan kadar lebih rendah.
Selain itu, diungkapkan Wirjatmadi (2002), yang pernah melakukan pemeriksaan pada penderita gondok di Kabupaten Ngawi, selenium juga bisa berkaitan dengan gondok. Mineral ini berguna dalam proses pembentukan T3  (triiodotironin) dan T4 (tetraiodotironin), yang memiliki fungsi utama mengatur pertumbuhan dan perkembangan. Rendahnya kadar selenium akan mempengaruhi pembentukan T3 dan T4, yang bila berlangsung lama, akan menyebabkan rendahnya pembentukan thyroxin, memunculkan –salah satunya– gondok.
Jadi, jika anda tidak mau cepat lelah, tak ingin gampang loyo saat “bertempur”, terjauhkan dari penyakit gondok, serta tidak siap mendapat kanker kolorektal, paru-paru atau prostat, boleh jadi, membiasakan mengkonsumsi beras merah adalah solusinya. Allahu “alam.