Keringanan Bagi Para Musafir

Islam benar-benar ajaran yang sempurna. Tidak pernah menyulitkan pemeluknya. Apabila ada amalan atau ibadah yang terasa sulit dilakukan dalam kondisi tertentu, misalnya saat melakukan perjalanan, akan diberikan ‘kompensasi’ atau kemudahan.

Berikut beberapa keringanan yang diberikan kepada para musafir atau yang sedang dalam perjalanan:

 Mengqashar salat.

Yaitu menjadikan shalat 4 raka’at menjadi 2 raka’at. Satu-satunya sebab yang membolehkan mengqashar shalat hanyalah pada saat safar. Baca: Seputar Tata Cara dan Niat Shalat Qashar.

 Menjamak salat.

Yaitu menggabungkan dua shalat, dikerjakan di salah satu waktu. Misalnya Salat Zhuhur dengan salat ‘Ashar, salat Maghrib dan salat ‘Isya’. Bila dikerjakan pada waktu salat yang pertama maka disbeut jamak taqdim. Sedang bila dikerjakan di waktu salat yang kedua, disebut jamak takhir. Namun yang perlu digaris bawahi, menjamak shalat tatkala bepergian lebih utama ditinggalkan kecuali memang ada kebutuhan untuk menjamaknya, seperti untuk mendapatkan shalat berjama’ah atau karena sulit mengerjakan shalat di masing-masing waktu. Jadi sebisa mungkin untuk melakukan salat secara terpisah, bukan di jamak.

 Tidak berpuasa pada siang hari di bulan Ramadhan.

Hal ini berlaku bila safar yang dilaluinya penuh dengan kesulitan. Bila safarnya tenang dan menyenangkan, puasa bisa jadi tetap wajib.

 Mengerjakan shalat sunnah di atas kendaraan.

Hal ini dilakukan dengan menghadap ke arah yang dituju oleh kendaraan. Hal yang perlu diketahui, salat wajib tetap dilakukan setelah turun dari kendaraan atau apabila dilakukan diatas kendaraan, tatacaranya adalah seperti salat biasanya. Berdiri, menghadap kiblat, dan lain sebagainya.

Bersuci dengan mengusap.

Diperbolehkan untuk mengusap sepatu, serban dan lain sebaginya  selama tiga hari tiga malam bagi musafir. ‘Ali bin Abi Tholib mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan tiga hari tiga malam sebagai jangka waktu mengusap khuf bagi musafir, sedangkan sehari semalam untuk mukim.” (HR. Muslim)

 Bertayamum.

Hal ini dikarenakan ketika safar, air lebih dibutuhkan dibanding saat mukim. Namun melihat perkembangan pembangunan seperti sekarang ini sepertinya kita cukup mudah untuk mendapatkan masjid yang tidak kekurangan air.

Meskipun mendapatkan keringanan seperti di atas, namun ia tetap dicatat mendapatkan pahala seperti ia mukim. Misalnya ketika safar ia mengerjakan shalat 2 raka’at secara qoshor, maka itu dicatat seperti mengerjakannya sempurna 4 raka’at.

Jika seseorang sakit atau bersafar, maka dicatat baginya pahala sebagaimana ia mukim atau ketika ia sehat.” (HR. Bukhari)