Jangan Gempur Anak dengan Materi

Anak merupakan titipan dan amanah Allah kepada orang tua yang sejatinya harus dididik dengan nilai-nilai luhur keislaman. Anak merupakan titipan karena anak bukanlah hak milik 100% orang tua, karena sebenarnya anak adalah 100% milik Allah. Anak merupakah amanah karena dengannyalah lapang jalan kita ke surga, namun dengannya pula orang tua dapat dilapangkan jalannya ke neraka.

Sungguh ironis jika kita lihat dewasa ini anak-anak atau remaja bahkan orang-orang dewasa terlalu berpikiran materialistis. Bagaimana kita bisa anak-anak kecil yang lebih mengenal uang dari pada buku “Iqro” atau remaja yang lebih memilih pergi ke pusat perbelanjaan daripada pergi ke pengajian atau majelis taklim.

KBahkan yang lebih mengherankan lagi adalah ketika anak sudah mengukur tingkat kasih sayang orang tua dengan seberapa besar materi yang diberikan orangang tua kepadanya.

Mungkin terdapat banyak faktor yang yang menjadikan generasi muda dan anak-anak kita begitu materialis. Salah satu faktor yang dominan adalah foktor orang tua itu sendiri. Tidak bisa dipungkiri bahwa mayoritas orang tua mendoktrin anaknya dengan pendekatan materialistis bahkan ketika anak masih dalam kandungan.

Ketika calon anak masih dalam kandungan, orang tua mereka sering berangan-angan dengan ucapan semoga anak mereka menjadi dokter, polisi, atau presiden, dan pekerjaan lain yang motif nya adalah materi.

Setelah anak lahir ke dunia, mereka sering ditimang-timang supaya menjadi tentara, pilot, atau apapun. Sebenarnya tidak ada masalah dengan semua profesi karena sejatinya semua profesi itu baik, namun yang menjadi masalah adalah doktrin yang ditanam di benak anak-anak yang masih bersih itu adalah pendekatan materi. Terlebih lagi jika kita tengok bagaimana sering kita jumpai ketika anak marah atau ngambek, maka yang orang tua lakukan adalah memberikan materi tertentu bukan nasehat atau pengertian.

Sehingga ketika tumbuh remaja, anak-anak yang tumbuh dengan doktrin materialisme biasanya akan mengukur segala sesuatu dengan nominal, bukan dengan manfaat yang diperoleh.

Bahkan lebih parah lagi apabila anak mengukur kasih sayang orang tua dengan nominal pula, bisa jadi kelak saat mereka dewasa, mereka akan meninggalkan orang tuanya karena mereka menganggap orang tua sudah tidak menguntungkan mereka lagi.

Bukan maksud untuk menggurui atau sok mengerti, namun marilah kita sebagai orang tua mengembalikan anak kita dalam fitrahnya. Anak itu adalah titipan, bukan barang milik yang bisa menghasilkan berpundi-pundi uang.

Anak itu amanah, mari kita didik dengan ibadah. Timanglah anak dalam kandungan dengan bacaan alquran dan dengan sholawat. Sadarkanlah anak kita bahwa tujuan kita hidup didunia ini adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Doktrinlah anak kita untuk menjadi dokter, polisi, atau pilot untuk beribadah kepada Allah. Bimbinglah mereka menuju dewasa dengan pendekatan-pendekatan yang isalami yang jauh dari sifat-sifat materialisme.

Insya Allah dengan demikian generasi muda penerus kita adalah generasi yang islami yang mengukur segala sesuatu dengan ridho Allah bukan dengan seberapa besar nominal yang didapat.

(Muhammad Lutfi/ Alumnus Universitas Sebelas Maret Surakarta)