Harta, Tahta, dan Fakta

Bertahun yang lalu, ada gerakan koin untuk prita. Jika dari koin-koin saja terkumpul angka yang akhirnya mencengangkan, maka hal yang sama, telah dipraktekkan oleh banyak orang sejak dulu, untuk menopang jalannya pergerakan. Tak mengharap apa-apa, selain surga. Bukan karena kaya, tapi karena paham; harta yang telah dikeluarkan, justru itulah yang abadi tersimpan.

Masih ingat di benak, saat kulihat salah seorang ibu bersama anak balitanya, dalam sebuah munasharah di masjid Al-Azhar. Si anak membawa celengan plastiknya. Membuka celengannya di sana. Pyaarrr, berhamburanlah uang koin serta kertas lusuh merah, yang semuanya diserahkan pada panitia amal.

Orang yang berpunya juga punya cara tersendiri untuk turut berperan serta. Maka diantara kantong amal yang diedarkan, usah heran jika lalu terkumpul cincin kawin, jam tangan, gelang, atau kalung emas, juga hand phone berbagai merk. apapun, yang saat itu dipakai atau dibawa, serentak muncul dari kantong-kantong amal saat dibuka. Benda-benda yang sengaja dilepaskan pemiliknya dengan legawa, karena berhitung bahwa uang yang dia bawa tak banyak, tapi tahu bahwa benda yang ada padanya cukup berharga, jika dijual lagi. Nilainya jauh lebih banyak dari uang cash yang ada padanya.

Ada juga kisah lain. Di sebuah acara penggalangan dana untuk pemilu di ujung jakarta. Seorang suami yang duduk terpisah dari istrinya, mengirim sms kepada istrinya itu, “Kita infaq sekian juta untuk berdua, ya”. istrinya membalas segera, “Pemilu lalu saya dan mas sama-sama menyumbang satu kali gaji, masak pemilu tahun ini turun? Jangan untuk berdua mas. Dari mas itu sekian juta, dariku juga sekian juta.”  sms itu segera dijawab lagi, “Ya. Bismillah. Istriku benar”.

Juga kuingat dalam sebuah acara amal nan sederhana, di pelososk Depok. Seorang anak remaja maju pada panitia, menuntun sepedanya,  sambil berkata, “Saya ingin berinfaq untuk dakwah, tapi saya tak punya uang, hanya sepeda ini harta saya yang berharga, yang biasanya saya gunakan untuk sekolah. Saya sumbangkan semoga bermanfaat dan tercatat sebagai amal saya.”

Lalu ia serahkan sepeda itu pada panitia. melihat itu, hadirin menitikkan air mata. Tetiba seorang bapak berpenampilan rapi, menawarkan diri untuk membeli sepeda itu. Setelah harga disepakati, di depan panitia yang saat itu langsung membuka lelang, bapak ini tetap bertahan dengan harga tertinggi. Aqad jual beli pun terjadi. Uang diserahkan, sepeda dibawa kembali dari panitia. Bapak itu lalu menuntun sepeda ke arah remaja tadi, dan berkata, “Nak, bapak terharu dengan keikhlasanmu. Ini sepedanya, sekarang bapak berikan untukmu. Bisa kau pakai lagi untuk sekolah”.

Siapa yang tak menyungai sudut mata, menonton adegan sedemikian indah tentang pemaknaan harta?

Maka jangan heran, jika dalam ranah pergerakan, uang milyaran berseliweran. Maka jangan heran, jika secara ilmu keuangan, asset sebuah pergerakan jauh melebihi asset perusahaan. Mengapa heran, sedangkan justru orang berlomba-lomba mencatatkan dirinya sebagai penyumbang, terhadap bangunan pergerakan. Meski hanya menjadi sejumput pasir. Meski hanya menjadi sebutir kerikil. Meski hanya menjadi sebongkah bata.  Hanya berharap surga.

Sunduqunaa juyuubunaa, dana pergerakan kami, berasal dari dompet-dompet kami sendiri.
Today, I am sharing with you https://writemypaper4me.org a video he released recently covering two interesting tips to help you share dropbox files in an efficient way.