Generasi Ompong

Pernah lihat orang yang ompong dan tidak punya gigi sama sekali? Bayi misalnya. Mereka hanya bisa minum ASI dari ibunya. Paling keren, makan bubur yang disuapkan oleh ibunya. Semua ditelan langsung tanpa dikunyah.

Lain halnya dengan orang dewasa yang giginya sudah lengkap, 32. Mereka sudah dengan fasih mengunyah makanan sebelum masuk ke perut. Semua dikunyah lembut bahkan hingga 33 kali sesuai saran dokter. Makanan apapun bisa masuk. Nasi, brokoli, apel, hingga enthung sekalipun. Sangat kontras dengan bayi atau orang tua yang sudah tidak bergigi. Mereka langsung menelan makanan begitu saja. Makanan yang bisa ditelan pun terbatas.

Nah, sekarang kita kembali ke orang ompong tadi. Mereka hanya bisa makan makanan tertentu kan? Makanan apapun yang masuk, langsung ditelan bulat-bulat, tanpa dikunyah. Tidak peduli itu lembut seperti bubur, atau butiran kecil seperti nasi, hingga yang seukuran kacang. Semua ditelan begitu saja, tanpa peduli apa akibatnya terhadap kesehatan mereka.

Tahun berganti tahun, orang ompong semakin banyak. Bahkan mulai tersipta generasi yang mulai menunjukkan tanda-tanda ke-ompong-annya. Bukan sekedar makanan yang ditelan bulat-bulat. Informasi, kalimat orang lain, langsung diterima tanpa dikunyah dulu hingga benar-benar bisa tercerna.

Kita sekarang hidup dalam era informasi. Informasi berkembang cepat. Orang Indonesia bisa tahu kabar yang terjadi di Amerika padahal dia masih berada di atas kasur. Peran teknologi internet mempermudah manusia untuk saling berkomunikasi. Saling melontarkan argumennya. Bilang ini salah, bilang itu benar. Belum lagi dengan adanya jejaring sosial seperti Twitter ataupun Facebook. Informasi sangat mudah diperoleh. Ibarat makanan, semua sudah terhidang. Kita tinggal makan. Bahkan kita tidak makan sendiri, tapi ada yang menyuapi.

Kalau sudah punya gigi sih, tidak masalah jenis makanan apapun bisa masuk karena dikunyah terlebih dahulu. Oran-orang yang ompong tidak sempat mengunyah makanan mereka. Satu usapan belum selesai masuk, sudah ada suapan lain. Informasi memaksa masuk kepada manusia. Jika dulu kita harus mencari informasi, sekarang informasi memaksan masuk ke manusia. Padahal semua makanan itu harus kita kunyah dulu sebelum bisa kita cerna dengan baik.

Belum lagi media saat ini sangat provokatif. Ada tweet tentang kesalahan seseorang langsung retweet, asal copy paste. Padahal belum jelas sanad dari informasi tersebut. Apalagi kita banyak sekali menjumpai akun anonim di twitter. Twitwar menjadi hal biasa. Adu argumen antara satu pihak dengan oposisinya. Bagi follower yang susah mengunyah informasi tersebut, tentu akan sangat berbahaya jika tidak bisa dikunyah dengan baik.

Solusinya gampang. Tumbuhkanlah gigi kita. Tumbuhkan gigi-gigi ilmu pengetahuan kita. Gigi-gigi ilmu pengetahuan itulah yang akan membantu kita mengunyah informasi. Gigi taring, geraham, seri, tumbuhkan semua. Agar kita bisa mengunyah semua informasi. Jika informasi bisa kita kunyah sempurna, nutrisinya bisa kita mabil dengan optimal.

Kita tahu, masalah di Indonesia ini sangatlah banyak. Kita kunyah seribu kali pun belum tentu bisa kita cerna dengan baik. Ahli ekonomi, insyinyur hingga ahli pemerintahan saja masih belum sempurna mencerna permasalahan negeri ini, apalagi kita yang giginya masih gigi susu. Pun masih banyak bagian dari kitab suci yang belum kita pelajari. Semoga Allah mempermudah langkah kita semua.

Oleh: Pramudya Arif Dwijanarko, Blora
TwitterFacebookBlog