Filosofi Kader Militan

Jika ada seribu orang yang berjihad di jalan-Nya, maka jadilah satu di antaranya
Jika ada seratus orang yang berjihad di jalan-Nya, maka jadilah satu di antaranya
Jika ada sepuluh orang yang berjihad di jalan-Nya, maka jadilah satu di antaranya
Dan bila hanya ada satu orang yang berjihad di jalan-Nya, maka jadilah yang satu orang itu
.

Kullukum roo’in wa kullukum mas’uulun ‘an ro’iyatihi (Setiap kalian adalah pemimpin bagi dirinya sendiri dan merupakan calon pemimpin bagi orang lain).

Tantangan dan beban dakwah semakin hari semakin besar dan rumit. Banyak di antara kader yang mulai “melebur” serta berbalik haluan dan pergi entah ke mana. Kini, kader militan itu pun dirindukan oleh lingkungannya. Sebuah sosok yang tetap bertahan dalam menjaga intergritas serta tetap istiqomah di jalan dakwah.

Berikut ada beberapa filosofi dari kader militan:

  1. Filosofi Padi
    Tegak di saat muda dan merunduk di saat tua. Padi berbuah beras yang mengandung kalori yang merupakan sumber tenaga. Begitu pun kader militan yang tumbuh tegar dan menatap masa depan di saat muda serta merunduk di saat semakin tua dan berisi. Ia senantiasa tawadhu dengan ilmu-ilmu yang dimilikinya serta mampu menggerakkan anggota dan menularkan semangatnya.
  2. Filosofi Pohon Pisang
    Kader militan ibarat pohon pisang yang senantiasa tumbuh dan berbuah tanpa mengenal waktu. Begitu batangnya dipotong, ia akan tumbuh lagi dan terus tumbuh sebab baginya kematian tidak dihadapi dengan kepasrahan, tetapi disiapkan dengan menumbuhkan pohon dan buah yang baru.“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati, bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya”(Q.S. Al-Baqarah:154) Bila kita telah mengambil suatu peran sebagai kader militan, maka kematian bukanlah hal yang perlu ditakutkan. Kader militan akan mempersiapkan dirinya dengan amal shalih, ilmu yang bermanfaat, anak shalih, generasi kader penerus yang taat serta bermanfaat bagi masyarakat. Justru kematian merupakan hal yang sangat dirindukan untuk bisa langsung berjumpa dengan Sang Kekasih hati.
  3. Filosofi Pohon Durian
    Akarnya menghujam ke dasar tanah dan batangnya menjulang ke langit serta memberikan buah durian di setiap musim dengan seizin Allah. Akarnya yang tertimbun sangat dalam menyatakan bahwa kader militan memiliki konsep ilmu dan pemikiran yang cukup baik sehingga tidak mudah goyah dengan lingkungan sekelilingnya. Tak hanya itu, kader militan juga dapat mencetak pribadi-pribadi unggul dan tangguh layaknya buah durian.
  4. Filosofi Rahilah
    “Manusia itu seperti seratus unta yang nyaris tak ditemukan satu rahilah (unta tunggangan yang siap memikul beban di dalamnya)”
    (HR. Bukhari).
    Rahilah merupakan unta beban, kuat dan cepat jalannya. Unta ini sangat sedikit jumlahnya, kurang dari satu persen. Begitu pun kader militan, jumlahnya memang sedikit, tetapi mereka akan menjadi inti dan penentu dalam suatu kelompok.
  5. Filosofi Lebah
    “Dan perumpamaan mukmin itu ibaratkan lebah. Ia hinggap di tempat yang baik dan memakan yang baik, tetapi tidak merusak”
    (HR. Thabrani)
    Lebah merupakan pribadi yang kokoh, mandiri, percaya diri serta memiliki sengatan sebagai media pertahanan diri. Begitu pun kader militan yang memiliki prinsip hidup, kuat melindungi diri dari kezaliman serta berani memperjuangkan kebenaran. Lebah juga merupakan hewan yang dinamis, kreatif dan inovatif yang mampu membuat rumah diberbagai kondisi tempat, baik itu gunung, pepohonan, maupun di gua-gua. Begitu pun kader militan yang sanggup bertahan dan di tempatkan dikondisi mana pun. Lebah menjadi pelopor perubahan, yakni selalu siap, peduli dan profesional dalam melayani serta membantu penyerbukan pada bunga dan tumbuhan. Kader militan selalu siap peduli pada dimensi sosial kemasyarakatan dan senantiasa menebarkan kemanfaatan.

Terkadang, memang butuh waktu dan persiapan yang ekstra dalam meningkatkan kapasitas diri untuk menjadi kader yang militan. Namun yakinlah, selama keyakinan itu masih menghujam dan bersemayam di hati, maka Allah akan selalu mengarahkan kita untuk memperoleh hidayah-Nya. Teruslah berjuang karena surga itu manis, sehingga terkadang kita harus melalui pahitnya pengorbanan untuk mendapatkannya.

 

Oleh : Juli Trisna Aisyah Sinaga, Bandung
Facebook Twitter Blog