Bila Keyakinan Negatif Merusak Kedamaian Keluarga

Seorang sahabat yang sangat mencintai dan menyayangi istrinya, tiba-tiba dibuat pusing tujuh keliling oleh istrinya.

Ia minta agar suaminya menceraikan dirinya.

“Padahal, saya sangat menyayanginya, semua kebutuhan telah tercukupi, uang bulanan tercukupi bahkan lebih, di rumah ada 2 pembantu (pembantu masak dan pembantu cuci baju), kebutuhan anak-anak semuanya tercukupi, setiap minggu pasti ke supermarket dan tidak ketinggalan makan di salah satu restoran setiap minggunya,” demikian keluhan yang di sampaikan oleh sahabat saya itu.

Saya menarik nafas panjang sambil berpikir dan berdo’a, “Ya Tuhan, kurang apa sebenarnya keluarga ini dan semoga Engkau memberikan Kekuatan-Mu agar aku bisa membuka tabir masalah yang menyelimuti keluarga sahabatku ini.”

Setelah panjang lebar melakukan sesi konseling dengan istri sahabat saya, saya mulai mendapatkan titik terang bahwa masalah yang melilit keluarga ini bukan karena masalah uang, bukan karena masalah perselingkuhan, bukan karena masalah anak, melainkan masalah pikiran yakni pikiran negatif (su’uzhan) yang selalu menghantui pikiran istri sahabat saya.

Sumber persoalannya ternyata, istri sahabatku itu selalu dihantui oleh mantan kekasih suaminya yang menurut dia akan mengganggu ketentraman keluarganya. Padahal suaminya sudah bersumpah bahwa itu tidak mungkin mencintai mantan kekasihnya, karena ia sangat mencintai istrinya.

Bayangkan, setiap sang istri mendengar nama orang yang sama dengan nama mantan kekasih suaminya, apakah dari televisi, radio atau sumber lainnya pasti ia memberi reaksi negatif, seperti banting pintu, banting barang. Bahkan pernah merobek dan membanting buku hanya karena di dalam buku itu tertera tulisan yang sama dengan nama mantan kekasih suaminya.

“Wow….! Astaghfirullah…” teriak dalam hati saya.

Sahabat, ayo siapa yang tahu, apa gerangan yang terjadi pada istri sahabatku itu? Dalam pikiran sang istri ternyata telah terbentuk “keyakinan” traumatik yang berhubungan dengan mantan kekasih suaminya. Keyakinan traumatik inilah yang mengakibatkan sang istri bersikap dan berperilaku seperti membanting pintu, merobek buku dan yang lainnya.

Kita ketahui bahwa keyakinan atau system of belieft adalah pikiran yang diciptakan dengan peneguhan yang berulang-ulang pada pikiran bawah sadar sehingga menjadi pikiran “pasti” atau “benar” tentang sesuatu. Keyakinan bisa berdampak positif atau negatif, tergantung dari persetujuan kita dan yang kita benarkan.

Keyakinan positif akan mendukung kinerja kita menjadi semakin prestatif. Sedangkan Keyakinan negatif akan menjadi penghambat kinerja kita meraih prestasi.

Seperti yang dialami oleh istri sahabat saya itu, ia selalu berpikir bahwa mantan kekasih suaminya yang bernama “Intan” (bukan nama sebenarnya) pasti akan menjadi pengganggu ketentraman keluarganya. Pikiran seperti itu di ulang-ulang dan diakui kebenarannya.

Semakin diulang pikiran itu maka pikiran menjadi semakin kuat dan dirasakannya seperti sebuah “kenyataan”. Maka ketika sang istri mendengar atau melihat tulisan “Intan”, secara otomatis pikirannya menghubungan tulisan “Intan” itu dengan masalah yang akan menimpa keluarganya, maka ia berteriak, melempar buku atau membanting pintu secara keras. Suasana seperti ini akan mengganggu kedamaian dalam keluarga dan membuat hidupnya tidak nyaman.

Untuk memperbaikinya, diperlukan upaya yang sangat luar biasa, terutama kesadaran dari sang istri bahwa keyakinan yang ada dalam pikirannya itu tidak benar dan ia memiliki kemauan secara ikhlas untuk memperbaiki keyakinan (dalam pikirannya) yang salah itu. Memperbaiki atau mengobati memang jauh lebih sulit dari pada mencegah, benar kan. Oleh karena, saya beri 3 tips agar pikiran kita tidak menjadi penghuni keyakinan yang negatif:

1. Saya selalu memperkecil pikiran negatif dan perbanyak berpikir positif

Perkataan dan perilaku kita adalah cerminan isi pikiran kita. Membiasakan berkata dan berperilaku positif akan menjadi “belief system” (keyakinan) kita yang luar biasa. Ia akan mengantarkan kita menjadi pribadi yang tangguh dan berharga tinggi. Demikian juga sebaliknya. Kalimat “Saya nggak bisa” dan gantilah dengan “Saya harus maksimalkan potensi saya” atau kaliamat  “Pekerjaan ini susah skali”  dan gantilah dengan “Pekerjaan ini perlu cara lain untuk menyelesaikannya.”

2. Saya tidak mengikuti perbincangan negatif, karena ia “kanker” mental saya

Membiasakan perbincangan negatif (ngerumpi negatif) sesungguhnya akan men-sugesti diri kita untuk menikmati berbincang negatif. Lama kelamaan, perbincangan negatif ini akan masuk dalam pikiran bawah sadar kita menjadi “belieft” (keyakinan) yang bisa mengganggu prestasi kehidupan kita. Maka, temen saya yang psikolog mengatakan bahwa perbincangan negatif laksana kanker mental kita. Tanpa kita sadari, ia akan menjadi penghacur mental kita. Bila kita membiasakan perbincangan negatif, kanker mental ini akan memastikan kita :  mudah rasa kuatir, menumpuknya rasa pemalas, tidak produktif, pencari kambing hitam, pengangguran,

Solusinya? Ya, jauhi saja perbincangan negatif itu atau pilihlah berkumpul dengan orang yang senang berbincang positif. Coba rasakan, pasti damai!

3. Saya pahami dan jalankan panduan hidup saya

Apa panduan hidup kita ? Setelah mengetahui, bersegaralah memahami dan menjalankan panduan hidup itu, agar kita tidak terjebak dalam jebakan kehidupan yang membuat kita keluar dari “orbit” kedamaian dan kebahagiaan.

Agar kita selalu bersikap dan berperilaku positif “SPP” (Sikap Perilaku Positif), maka pelajari, pahami dan jalankan semua panduan hidup kita khususnya yang berhubungan dengan: keyakinan, harapan, kebahagiaan,kemuliaan, ketangguhan, kecemerlangan. Sahabat, semoga bermanfaat.