Berbahayakah Mengajari Anak Balita Calistung?

Beberapa waktu yang lalu saya dihebohkan dengan sebuah artikel yang intinya mengatakan bahwa mengajari anak calistung alias baca, tulis, dan hitung membahayakan mentalnya.

Saya penasaran kemudian mulai menekuni kalimat per kalimat yang tercetak di halaman sebuah blog milik seorang teman. Dan saya menyadari ada sedikit kesalahpemahaman yang mungkin akan mempengaruhi pembacanya. Bukan berarti bahwa apa yang disampaikan di dalam artikel tersebut salah, namun agaknya perlu uraian pendamping yang akan menjelaskan apa yang belum dijelaskan di dalam artikel tersebut.

Memperkaya pengalaman anak dengan kegiatan-kegiatan yang sarat stimulasi penting untuk menyiapkannya belajar di bangku sekolah, atau belajar sesuatu yang ia minati. Ibarat memancing, orangtua hanya perlu menyiapkan umpannya, biarkan anak-anak tersebut memilih umpan yang ia sukai. Termasuk dengan kegiatan membaca, membacakan buku kepada anak bukanlah kegiatan yang dilakukan saat anak sudah dapat mengeja kata menjadi kalimat utuh, bukan kegiatan yang memerlukan ketrampilan membaca yang ahli dari seorang anak. Cukup memerlukan waktu santai untuk bersenang-senang tenggelam ke dalam cerita di dalam sebuah buku. Maka tidak heran banyak para ahli menyarankan sang ibu untuk membiasakan diri membacakan buku kepada anaknya bahkan sejak ia mulai hamil.

Kematangan setiap anak berbeda-beda, jika Anda mengenali anak Anda dengan baik, itu akan membantu dalam menyiapkan anak belajar calistung. Tak ada penjelasan sederhana tentang kematangan dan kesiapan anak menerima pelajaran (atau stimulasi), ada anak yang dapat berjalan di usia sepuluh bulan dan yang lain baru bisa belajar pada usia delapanbelas tahun. Demikian pula anak-anak yang sudah cakap berbahasa, perbedaan pengetahuan kata dan tata bahasa antar anak pra-sekolah dapat terpaut beberapa bulan. Seorang anak usia 4 tahun bisa saja lancar dapat lancar membaca dan mudah belajar, namun ada pula anak lain yang baru siap belajar membaca di usia 6 tahun.

Orangtua tak perlu terburu-buru memasukkan anak ke dalam bimbingan belajar calistung. Usianya masih sangat muda, anak hanya perlu bersenang-senang dengan bukunya, buku-buku untuk pemula tidak mengandung apa pun kecuali kesenangan dan keasyikan. Jika orangtua memaksakan anaknya untuk belajar calistung di kala anak itu belum siap, maka itu hanya akan melemahkan dan menjatuhkan harga diri anak tersebut. Ketika ia melihat kawan-kawan yang lain telah bisa membaca bahkan menulis dan berhitung, maka anak akan merasa gagal, dan hal ini mungkin akan menghasilkan sikap negatif yang kurang menguntungkan. Anggapan bahwa dirinya kurang pintar dalam latihan calistung menjadi penyebab sebagian besar masalah calistung.

Dalam kondisi seperti ini, para ahli biasanya akan mendorong orangtua untuk menunggu setahun lagi untuk menyekolahkan anak. Pilihan ini mungkin mustahil bagi beberapa keluarga, orangtua yang bekerja atau memiliki tanggungjawab lain yang penting bisa dimaklumi ingin segera menyekolahkan anak-anak mereka. Namun akan lebih baik menyekolahkan anak terlambat daripada mengharuskan mereka mengulang kelas di kemudian hari yang akan berefek pada mental anak; menurunnya harga diri, merasa lemah, gagal, dan lain sebagainya.

Lalu kapan sebaiknya anak diajari calistung?

Tentu saja orangtua harus mengenali kesiapan anak untuk mempelajarinya. Sementara kita mempersiapkan lingkungan pembelajaran yang kondusif bagi anak, perhatikan ketertarikan anak terhadap buku, hal ini ditandai dengan anak suka membuka-buka buku, membolak-balikkan halamannya, memilih sendiri buku yang diinginkan, dan meminta orangtua untuk membacakannya. Tanda anak siap belajar calistung juga ditandai dengan sudah terkoordinasinya mata-tangan, kemampuan mengikuti kata yang kita tunjuk saat membacakan buku padanya, anak mulai menyadari ada huruf/angka yang menyusun kata dalam kalimat yang dibaca, biasanya anak akan bertanya ini huruf apa dan itu angka berapa atau ini bacanya apa dan itu bacanya apa.  Namun jika anak sama sekali belum tertarik saat kita sodori buku, maka kita harus kembali ke tahap awal dahulu, yaitu menumbuhkan minat baca pada anak terlebih dahulu.