Benar Dulu Baru Bernilai Manfaat

Pernah dengar kalimat sejenis atau serupa ini?

“Ah nggak apa berbohong, kan untuk kebaikan”

Beberapa diantara kita sering menggunakan kalimat itu untuk ‘ayem-ayem’ diri sendiri setelah melakukan kesalahan. Berharap rasa tidak tenang hilang dengan sendirinya. Namun benarkah sikap seperti itu?

Setidaknya ada tiga jenis sifat di dunia ini, baik, buruk, dan netral. Baik dan buruk tentu saja mudah dibedakan. Namun hal yang netral kadang menjadi abu-abu dalam penglihatan kita. Sesuatu yang bersifat netral, bisa menjadi berubah sifat tergantung cara penggunaannya. Apabila ia digunakan untuk kebaikan maka dia akan menjadi baik, begitu pula bila digunakan untuk keburukan, maka dia akan bersifat buruk.

Bukan hanya yang netral, sesuatu yang baik apabila digunakan untuk tujuan yang buruk, maka sifatnya juga akan menjadi buruk. Kita ambil contoh memberikan hukuman yang ringan untuk para koruptor karena telah disuap sebelum memutuskan. Atau berbohong (katanya) untuk kebaikan.

Sedangkan keburukan, dia akan tetap menjadi buruk meskipun dia digunakan untuk kebaikan.  Misalnya, berbohong (katanya) untuk kebaikan. Atau mencuri namun hasil curiannya digunakan untuk sedekah. Semualia apapun hal yang dilakukan kemudian, nilainya tetap buruk apabila untuk menuju kesana didahului oleh keburukan. Mungkin bisa mencapai tujuan. Namun tidak ada berkahnya.

Maka dari itu, menjadi hal yang sangat penting bagi kita untuk mengetahui dengan jelas mana yang haq dan mana yang batil. Mana yang baik dan mana yang buruk. Sehingga kita benar-benar tahu apa yang kita kerjakan. Semua itu bertujuan agar amalan kita tidak sia-sia belaka. Ukuran baik dan buruk tidak diambil dari presepsi kita sebagai manusia. Namun dari Alquran dan Alhadits. Bukan cuma itu, saat menafsirkan nilai dari sumbernya pun harus dengan pemahaman yang benar. Tidak diikuti oleh nafsu dan presepsi.

Hal ini Allah jelaskan dalam firmanNya berikut ini:

 Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al-Kahfi, 18: 103-104).

Pelajaran yang bisa kita ambil adalah. jangan bergantung pada presepsi manusia. Pastikan itu bernilai kebaikan sebelum melakukan suatu hal. Agar kita tidak termasuk orang-orang yang rugi.