Anemia Pada Balita

Anemia merupakan keadaan dimana tubuh kekurangan sel darah merah atau hemoglobin (Hb). Hemoglobin mempunyai fungsi sebagai pengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Apabila Hb rendah akibatnya oksigen yang disalurkan ke seluruh tubuh juga kurang. Itulah sebabnya, para penderita anemia akan merasa lemah, letih lesu, lalai, dan lupa.

Anemia ternyata tidak hanya bisa diderita oleh orang dewasa. Anak-anak hingga balita sekalipun dapat menderita penyakit ini. Hal ini biasanya dikarenakan sang ibu menderita anemia saat hamil. Ada tiga penyebab utama meningkatnya angka anemia pada balita yaitu:

Rendahnya konsumsi pangan beragam, terutama pangan sumber zat besi. Zat besi biasanya banyak terkandung dalam protein hewani. Sedangkan tingkat ekonomi masyarakat Indonesia masih banyak yang menengah kebawah. Masih banyak masyarakat yang merasa kurang mampu untuk membeli daging.

Tingginya faktor kecacingan. Masih buruknya sanitasi membuat bakteri atau kuman berupa cacing mudah masuk ke dalam tubuh. Akibatnya banyak balita yang terjangkit penyakit cacingan. Cacing tambang pada balita cacingan akan menghisap darah inangnya, meskipun sedikit tetapi jika dibiarkan juga akan mempengaruhi kadar Hb dalam darah.

Tingginya angka penderita malaria terutama di Indonesia bagian timur. Penderita malaria akan mengalami kekurangan Hb. Hal ini akan memicu terjadinya anemia. Balita yang terinfeksi malaria, sel darah merahnya akan pecah, hal ini yang menyebabkan balita kekurangan zat besi dan lebih parahnya terkena anemia.

Akibatnya yang ditimbulkan dari anemia adalah terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan balita. Perkembangan motorik dan ketangkasan berpikirnya akan berkurang dan tidak optimal dibandingkan balita sehat. Selain itu, daya tahan tubuh juga menurun yang menyebabkan balita akan mudah sakit.

Cara Menghindarinya adalah dengan cara menerapkan pola makan seimbang. Tidak hanya makanan yang bersumber dari pangan nabati, namun juga hewani. Sangat penting untuk tetap menjaga kestabilan jumlah zat besi dalam tubuh pada saat ibu hamil. Selain itu, pemberian ASI eksklusif hingga usia bayi enam bulan dapat mencukupi kebutuhan bayi akan zat besi.

Selepas ASI ekslusif, perancangan menu seimbang makanan pendamping ASI (MPASI) juga harus diperhatikan agar balita tidak menderita anemia. Usahakan untuk meberikan pangan yang mengandung zat besi yang tinggi seperti daging sapi, daging ayam, daging ikan, telur, hati ayam, hati sapi. Kalau pun dirasa sulit memberikan pangan berupa protein hewani, dapat dilakukan dengan pemberian pangan berupa sayur-sayuran hijau, kacang-kacangan, serta sereal bayi yang difortifikasi dengan zat besi. Namun yang perlu diketahui, bioavalabilitas atau keterserapan zat gizi dalam pangan hewani lebih mudah dibandingkan dengan bahan nabati. Jadi sedikit mengkonsumsi pangan hewani dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan zat besi.