Andai Mereka Anak Rohis

Aku anak rohis. Selalu optimis. Bukannya sok narsis. Kami memang manis. Kami aktivis, benci anarkis. Walau kantungku tipis, kami bukan teroris. Penggalan kutipan dari plesetan lirik lagu “Aku Anak Rohis” karya Munsheed United yang ditulis oleh Asma Nadia pada salah satu surat kabar ini begitu menggambarkan karakter sesungguhnya dari anak rohis.

Memang ada salah satu Media Televisi Indonesia sempat menyinggung bahwa Rohis identik dengan teroris. Akan tetapi asumsi tersebut pada kenyataannya tak terbukti di lapangan. Anak rohis boro-boro jadi teroris. Seperti dalam lirik lagu di atas, mereka bahkan tak kenal budaya anarkis seperti yang dilakukan para pelajar di salah satu sekolah unggulan di Jakarta yang menggelar aksi tawuran beberapa waktu yang lalu.

Miris ketika membayangkan sebuah sekolah unggulan yang terdiri dari input siswa yang berkualitas masih melakukan aksi anarkis hingga menimbulkan korban jiwa. Banyak masyarakat yang berasumsi bahwa tawuran ini diakibatkan oleh pengaruh pergaulan. Hal ini sebenarnya menjadi seperti dua sisi mata uang. Di satu sisi kondisi ini selayaknya bisa dipahami mengingat fase menjadi pelajar adalah masa di mana seseorang sedang mencari jati diri. Namun, di sisi lain kondisi ini sekaligus memunculkan opini negatif masyarakat terhadap para siswa sekolah tersebut, terlebih mereka adalah bagian dari sekolah unggulan yang seharusnya menjadi representatif bagi sekolah lainnya di Jakarta.

Kondisi ini jelas menjadi sebuah tugas yang besar bagi pihak sekolah untuk dapat mengontrol tindakan para siswanya. Di luar dari kebijakan sekolah ini, sebenarnya kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler di luar kelas juga memberikan dampak yang positif bagi perkembangan fase penemuan jati diri bagi para siswa tersebut.

Salah satu kegiatan positif yang biasanya aktif berlangsung di sekolah adalah kegiatan rohani Islam atau biasa disebut rohis. Kegiatan Rohis ini selain dapat mencover pendidikan agama di sekolah yang minim, juga dapat menjauhkan para siswa dari kegiatan yang negatif di luar sekolah. Andai saja jika para pelaku tawuran ini juga aktif dapal kegiatan rohis, mungkin aksi tawuran tersebut tidak akan terjadi.

Anak rohis memang terkenal dengan terbiasa nongkrong di masjid sekolah. Namun tentunya hal itu jauh lebih baik dibandingkan nongkrong di pinggir jalan yang pada akhirnya berpotensi mencari musuh bahkan tawuran. Adanya Rohis di sekolah ini akan sangat membantu pelajar untuk bisa menyalurkan kreatifitas mereka kepada hal yang baik dan sesuai dengan aturan Agama.

Selain kegiatan rohis ini, mungkin masih banyak kegiatan-kegiatan estrakurikuler lainnya yang dapat dijadikan sebagai tempat untuk mencari jati diri. Karena jika para generasi Indonesia di masa mendatang (pelajar) tidak mengisi waktunya dengan hal yang bermanfaat maka waktu mereka akan dipenuhi dengan kegiatan-kegiatan yang tidak bermanfaat seperti halnya tawuran dan aksi anarkis lainnya.

Oleh: Abdushshabur Rasyid Ridha, Alumni Rohis SMAN 13 Jakarta
BlogTwitter