Adab dan Etika Membaca Al Qur’an: Bacaan Al Qur’an di Dalam Shalat (1)

Hukum-hukum berharga yang berkaitan dengan membaca Al Qur’an dalam shalat. Saya sampaikan pembahasan ini secara ringkas karena cukup mansyur dalam kitab-kitab fiqh.

  • Di antaranya wajib membaca Al Qur’an dalam shalat fardhu berdasarkan ijmak ulama.
  • Kemudian Malik, Imam Asy-Syafi’i, Ahmad dan mayoritas ulama berpendapat, diwajibkan membaca Al  Fatihah dalam setiap rakaat. Abu Hanifah dan jamaah berkata, “Tidak diwajibkan membaca Al Fatihah untuk selamanya.” Dan katanya: “Tidak wajib membaca Al Fatihah dalam dua rakaat terakhir.” Pendapat yang lebih benar adalah pendapat pertama. Banyak dalil dari Sunnah yang menyokong pendapat itu. Cukuplah memahami sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits sahih: “Tidak memadai (sah) shalat yang tidak dibaca Al  Fatihah di dalamnya.”
  • Mereka sependapat atas sunnahnya membaca surat sesudah Al Fatihah dalam dua rakaat shalat Subuh dan dua rakaat pertama dari shalat-shalat lainnya. Mereka berlainan pendapat tentang anjuran membacanya pada rakaat ke tiga dan keempat. Menurut Imam Asy Syafi’i ada dua pendapat tentang hal itu. Menurut madzhab baru (qaul jadid) ialah tidak disunnahkan danmenurut madzhab lama (qaul qadim) disunnahkan.
  • Para sahabat kami mengatakan, jika kami katakan bahwa hal itu disunnahkan, maka tiada perselisihan bahwa pembacaannya tidak lebih dari pembacaan dalam dua rakaat pertama. Mereka berpendapat bahwa pembacaan pada rakaat ketiga dan rakaat keempat adalah sama. Apakah pembacaan pada rakaat pertama lebih panjang daripada rakaat kedua? Maka ada dua pendapat berkenaan dengan perkara tersebut. Pendapat yang lebih kuat (shahih) di antara keduanya menurut mayoritas sahabat kami adalah tidak lebih panjang. Pendapat kedua, yaitu yang shahih menurut para pengkaji adalah lebih panjang. Itulah pendapat yang terpilih berdasarkan hadits sahih: “Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam lebih memanjangkan bacaan pada rakaat pertama dari pada rakaat kedua.” Faedahnya ialah supaya orang yang tertinggal bisa mendapat rakaat pertama. Wallahua’lam.
  • Imam Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan, apabila makmum masbuq mendapati dua rakaat terakhir dari shalat Zuhur dan lainnya bersamaimam, kemudian dia kerjakan dua rakaat baginya, maka diutamakan baginya membaca Surat. Mayoritas sahabat kami berkata demikian ini atas dua pendapat. Setengah dari mereka berkata, ini menurut pendapat yang menganjurkan pembacaan surat dalam dua rakaat terakhir. Sedangkan menurut lainnya tidaklah diutamakan. Pendapat yang lebih benar adalah pendapat pertama supaya shalatnya tidak kosong dari surat. Wallahu a’lam.
  • Ini hukum imam dan orang yang shalat sendiri. Sementara makmum, maka jika shalatnya pelan (sirr) bacaannya, wajiblah dia membaca Al-Fatihah dan diutamakan baginya membaca surat. Jika shalat itu bacaannya keras, sedang dia mendengar bacaan imam, tidaklah disukai baginya membaca surat.
  • Adapun tentang kewajiban membaca Al Fatihah ada dua pendapat. Pendapat yang lebih kuat (sahih) adalah wajib dan pendapat kedua tidak wajib. Jika tidak mendengar bacaan imam, maka yang shahih adalah wajib membaca Al  Fatihah dan diutamakan membaca surat. Tidak dinafikan memang ada orang yang berpendapat wajib membaca Al Fatihah da tidak sunnah membaca Surat. Wallahua’lam.
  • Wajib membaca Al Fatihah pada rakaat pertama dari shalat jenazah. Jika membaca Al Fatihah dalam shalat nafilah, maka harus dilakukan. Para sahabat kami berlainan pendapat berkenaan dengan penanamannya dalam shalat. Al Qaffal berkata, dia dinamakan kewajiban. Kawannya Qadhi Husain berkata, dia dinamakan syarat. Orang lainnya berkata, dia dinamakan rukun dan itulah yang benar.  Wallahu a’lam.
  • Orang yang tidak mampu membaca Al Fatihah dalam semua ini maka hendaklah dia menggantinya dengan membaca ayat-ayat yang setara dengannya dari Al Qur’an. Jika tidak mempu membaca sesuatu, dia berdiri sekedar lamanya bacaan Al Fatihah kemudian rukuk. Wallahu a’lam.

Imam An Nawawi