5 Tips Menahan Marah Sesuai Tuntunan Islam

Salah satu senjata syaitan untuk menjerumuskan manusia ke dalam keburukan adalah marah. Dengan cara ini, syaitan bisa dengan sangat mudah mengendalikan manusia. Karena marah, orang bisa dengan mudah mengucapkan kalimat kekafiran, menggugat takdir, berbicara kasar atau jorok, mencaci maki, bahkan sampai kalimat carai yang membubarkan rumah tangganya.

Banyak sekali dampak yang ditimbulkan karena sifat marah ini. Oleh karena itu, rasa marah dalam diri kita mesti dikontrol. Sebagai agama yang sempurna, Islam sangat menekankan kepada umat manusia untuk berhati-hati ketika emosi. Salah satunya melalui hadits berikut ini:

لا تغضب ولك الجنة

“Jangan marah, bagimu surga.” (HR. Thabrani dan dinyatakan shahih dalam kitab shahih At-Targhib no. 2749)

Lalu bagaimana mengendalikan emosi?

Ada beberapa tips yang akan dibagikan kali ini dalam mengontrol emosi. Tips ini in syaa Allah ampuh apabila dilakukan secara konsisten.

1. Segera memohon perlindungan kepada Allah dari godaan syaitan dengan membaca taawudz

أعوذُ بالله مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجيمِ
Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

إِني لأعلمُ كَلِمَةً لَوْ قالَهَا لذهبَ عنهُ ما يجدُ، لَوْ قالَ: أعوذُ بالله مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجيمِ، ذهب عَنْهُ ما يَجدُ

Sungguh saya mengetahui ada satu kalimat, jika dibaca oleh orang ini, marahnya akan hilang. Jika dia membaca ta’awudz: A’-uudzu billahi minas syaithanir rajiim, marahnya akan hilang. (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Diam

Biasanya saat marah kita cenderung ingin melakukan sikap defense atau membela diri. Namun Islam mengajarkan kita untuk lebih baik memilih diam ketika emosi sedang bergejolak. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ

“Jika kalian marah, diamlah.” (HR. Ahmad dan Syuaib Al-Arnauth menilai Hasan lighairih).
3. Mengambil posisi lebih rendah

Salah satu penyebab munculnya marah adalah karena merasa rendah atau direndahkan. Oleh karena itu, sikat refleks yang timbul justru ingin terlihat tinggi. Namun Rasulullah menyuruh kita untuk mengambil posisi rendah saat emosi sedang bergejolak. Sabda Rasulullah SAW berikut menjelaskan perihal ini.

إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ، فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ وَإِلَّا فَلْيَضْطَجِعْ

Apabila kalian marah, dan dia dalam posisi berdiri, hendaknya dia duduk. Karena dengan itu marahnya bisa hilang. Jika belum juga hilang, hendak dia mengambil posisi tidur. (HR. Ahmad 21348, Abu Daud 4782 dan perawinya dinilai shahih oleh Syuaib Al-Arnauth).
4. Segera berwudhu atau mandi

Marah itu berasal dari syaitan dan syaitan diciptakan dari api. Maka logika yang sangat tepat untuk meredakan amarah tersebut dengan wudhu atau mandi. Berikut sebuah hadits yang menerangkan hal ini.

إِنَّ الْغَضَبَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنْ النَّارِ وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ

Sesungguhnya marah itu dari setan, dan setan diciptakan dari api, dan api bisa dipadamkan dengan air. Apabila kalian marah, hendaknya dia berwudhu. (HR. Ahmad 17985 dan Abu Daud 4784)

5. Ingatlah hadis ini ketika marah

Dari Muadz bin Anas Al-Juhani radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَظَمَ غَيْظاً وَهُوَ قادرٌ على أنْ يُنفذهُ دعاهُ اللَّهُ سبحانهُ وتعالى على رءوس الخَلائِقِ يَوْمَ القيامةِ حتَّى يُخيرهُ مِنَ الحورِ العين ما شاءَ

“Siapa yang berusaha menahan amarahnya, padahal dia mampu meluapkannya, maka dia akan Allah panggil di hadapan seluruh makhluk pada hari kiamat, sampai Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari yang dia kehendaki. (HR. Abu Daud, Turmudzi, dan dihasankan Al-Albani)
Satu lagi, yang bisa anda ingat ketika marah, agar bisa meredakan emosi anda:

Hadis dari Ibnu Umar,

من كف غضبه ستر الله عورته ومن كظم غيظه ولو شاء أن يمضيه أمضاه ملأ الله قلبه يوم القيامة رضا

Siapa yang menahan emosinya maka Allah akan tutupi kekurangannya. Siapa yang menahan marah, padahal jika dia mau, dia mampu melampiaskannya, maka Allah akan penuhi hatinya dengan keridhaan pada hari kiamat. (Diriwayatkan Ibnu Abi Dunya dalam Qadha Al-Hawaij, dan dinilai hasan oleh Al-Albani).