39 Hadits Rasulullah tentang Bid’ah

Hadits-hadits yang dimaksud sangat banyak, jumlahnya sampai-sampai tidak dapat dihitung. Oleh karena itu, kita hanya menyebutkan hadits-hadits yang lebih mudah yang mencakup pengertian hadits-hadits lainnya serta memilih —dengan izin Allah— yang lebih dekat dengan keshahihannya. Diantaranya adalah:

  1. Diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anh, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda,

“Barangsiapa membuat perkara baru dalam agama kami yang bukan darinya, maka hal itu tertolak.” Hadits shahih.

  1. Diriwayatkan oleh Muslim, bahwa Rasulullah bersabda,

“Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak terdapat padanya perkara kami, maka hal itu tertolak.”

Hadits ini oleh para ulama dikategorikan sebagai sepertiga dari ajaran Islam, karena mencakup segi-segi pengingkaran terhadap perintah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, baik dalam masalah bid’ah maupun kemaksiatan.

  1. Diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir bin Abdullah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda (dalam khutbah beliau),

Amma ba’du, sesungguhnya perkataan yang paling baik adalah kitab Allah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, dan seburuk-buruk perkara adalah yang baru (dibuat-buat dalam agama) dan setiap bid’ah adalah sesat”

  1. Diriwayatkan oleh Muslim dari jalur yang lain, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah berkhutbah dihadapan khalayak ramai, beliau memuji Allah dan mengagungkan-Nya sesuai keberadaan-Nya, kemudian bersabda,

“Barangsiapa diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa disesatkan oleh Allah maka tidak ada yang dapat memberikan petunjuk kepadanya. Sebaik-baik perkataan adalah kitab Allah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, dan seburuk-buruk perkara adalah yang baru —dalam agama— dan setiap yang baru adalah bid’ah.”

  1. Diriwayatkan oleh An-Nasa’i, bahwa Rasulullah bersabda,

“Setiap yang baru adalah bid ah dan setiap yang bid’ah (tempatnya) di dalam neraka.

Disebutkan bahwa Umar pernah berkhutbah dengan khutbah tersebut.

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud —dengan riwayat yang mauquf dan marfu’—, bahwa ia berkhutbah, “Sesungguhnya keduanya adalah dua perkara —perkataan dan petunjuk— maka sebaik-baik perkataan adalah firman Allah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad. Ketahuilah, kamu hendaknya menjauhi perkara-perkara yang baru, karena seburuk-buruk perkara adalah perkara yang baru dan setiap yang baru adalah bid’ah.”

Dalam lafazh lain disebutkan, “Sesungguhnya kalian akan membuat perkara yang baru, ia akan membuatkan perkara yang baru dan akan dibuatkan perkara yang baru bagi kalian, maka setiap yang baru adalah sesat dan setiap yang sesat di dalam neraka.”

Ibnu Mas’ud berkhutbah dengan perkataan ini pada setiap hari Kamis.

  1. Dalam riwayat lain dari Ibnu Mas’ud, “Sesungguhnya keduanya adalah dua perkara —petunjuk dan perkataan— sebaik-baik perkataan —atau sebenar-benarnya perkataan— adalah firman Allah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad. Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang baru, setiap yang baru adalah bid’ah. Janganlah kamu memperpanjang masalah hingga membuat hatimu keras dan jangan pula kamu teperdaya oleh khayalan, karena sesungguhnya apa yang akan tiba (kematian) itu dekat dan yang jauh itu tidak akan tiba.”
  2. Dalam riwayat lain dari Ibnu Mas’ud, “Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitab Allah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad. Sedangkan seburuk-buruk perkara adalah perkara yang baru. ‘Sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu pasti datang dan kamu sekali-kali tidak dapat menolaknya’.” (Qs. Al An’aam [6]: 134)
  3. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah —secara marfu’— dari Ibnu Mas’ud, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

Berhati-hatilah kamu terhadap perkara-perkara yang baru. Sesungguhnya seburuk-buruk perkara adalah perkara yang baru, setiap yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat.

Yang paling masyhur adalah hadits —mauquf— riwayat Ibnu Mas’ud.

  1. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

“Barangsiapa menyeru kepada petunjuk maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya dan tidak mengurangi sedikit pun pahala mereka. Barangsiapa menyeru kepada kesesatan, maka baginya dosa seperti dosa orang yang mengikutinya dan tidak mengurangi sedikit pun dosa-dosa mereka.” Hadits shahih.

  1. — Diriwayatkan— oleh Muslim [1] dari Jabir bin Abdullah, dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda,

“Barangsiapa membuat Sunnah yang baik dan diikuti, maka baginya pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun, dan barangsiapa membuat Sunnah yang buruk dan diikuti, maka baginya dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya, tanpa sedikit pun mengurangi dosa mereka.” Hadits shahih.

  1. At-Tirmidzi meriwayatkan dan menjadikan hadits (no. 11) sebagai hadits shahih.
  2. Abu Daud dan selain dari keduanya juga meriwayatkan dari Al Irbadh bin Sariyah, ia berkata: Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat bersama-sama kami. Setelah selesai shalat beliau menghadap kami dan memberi nasihat yang sangat jelas dan mengena, sehingga membuat mata meneteskan air mata dan membuat hati bergetar. Seseorang lalu berkata, “Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasihat perpisahan, maka apa yang engkau wasiatkan untuk kami?” Beliau pun berkata,

“Saya mewasiatkan kalian agar bertakwa kepada Allah serta patuh dan tunduk kepada para pemimpin, walaupun ia (pemimpin) adalah hamba sahaya yang berkulit hitam, karena sesungguhnya orang yang hidup di antara kalian setelahku akan mengalami perselisihan yang banyak. Jadi, hendaklah kalian berpegang pada Sunnahku dan sunnah Khulafaurrasyidin yang mendapat petunjuk. Peganglah ia dengan erat dan gigitlah dengan gigi gerahammu. Berhati-hatilah kalian terhadap perkara yang baru, karena setiap perkara yang baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.”

Diriwayatkan dari beberapa sudut dan jalan yang berbeda.

  1. Diriwayatkan dari Khudzaifah, ia berkata, “Wahai Rasulullah, apakah akan terjadi keburukan setelah kebaikan sekarang ini?” Beliau menjawab,

Ya, akan ada suatu kaum yang mengikuti sunnah yang bukan Sunnahku dan mengikuti petunjuk yang bukan petunjukku.” la bertanya lagi, “Apakah setelah keburukan tersebut terjadi keburukan yang lebih buruk lagi?” Beliau bersabda, ” Ya, seruan menuju neraka Jahanam, dan barangsiapa yang mengikutinya pasti akan menceburkannya ke dalamnya (neraka Jahanam).” Dia bertanya, “Wahai Rasulullah, beritahukanlah sifat-sifat mereka untuk kami?” Beliau bersabda, ” Tentu. Mereka berasal dari bangsa kita dan berbicara dengan bahasa kita.” Dia bertanya kembali, “Apa yang engkau perintahkan kepadaku jika aku mendapatkan perkara tersebut?” Beliau menjawab, “Berpegang teguhlah pada jamaah kaum muslim dan imam mereka.” Dia berkata, “Jika tidak ada seorang imam atau jamaah?” Beliau menjawab, ” Tinggalkanlah kelompok-kelompok tersebut semuanya meskipun kamu harus menggigit akar pohon hingga tiba ajalmu dan kamu tetap pada pendirianmu itu.” Hadits shahih.

Diriwayatkan oleh Al Bukhari dari jalur yang lain.

  1. Dalam hadits Ash-Shahihah disebutkan,

“Kota Madinah adalah tanah haram antara ‘Ir dan Tsaur[2], barangsiapa berbuat kejahatan di dalamnya atau melindungi orang yang berbuat jahat, maka baginya laknat Allah, para malaikat, serta manusia semuanya, serta tidak akan diterima darinya amal-amal yang sunahnya atau yang wajibnya oleh Allah pada Hari Kiamat.”

Menurut arti secara umum, hadits ini mencakup setiap kejahatan yang melanggar syariat. Sementara bid’ah adalah kejahatan yang paling buruk. Imam Malik telah menjadikannya sebagai dalil (insyaallah akan dijelaskan nanti). Walaupun hanya menyebutkan Madinah secara khusus, namun kota lainnya juga termasuk dalam pengertian makna hadits tersebut.

  1. Dalam kitab Muwaththa ‘disebutkan riwayat dan Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pergi menuju kuburan (dan setelahnya sampai di sana) beliau mengucapkan,

“Assalamu alaikum rumah kaum mukminin, insyaallah kami akan menyusulmu… Maka beberapa orang laki-laki akan dihalau dari telagaku sebagaimana unta yang tersesat di halau. Aku memanggil mereka, ‘Man datanglah! Man datanglah! Man datanglah!’ Lalu dikatakan, ‘Mereka telah mengganti ajaranmu setelah engkau —meninggal dunia—, ‘Lalu aku berkata, ‘Menjauhlah! Menjauhlah! Menjauhlah’.

Sekelompok ulama mengartikan hadits tersebut diperuntukkan bagi ahli bid’ah. Namun sebagian lainnya mengartikan hadits tersebut diperuntukkan bagi orang-orang yang murtad.

Dalil untuk arti yang pertama (diperuntukkan bagi ahli bid’ah) adalah hadits yang diriwayatkan oleh Khaitsamah bin Sulaiman, dari Yazid Ar-Raqasyi, ia berkata: Saya bertanya kepada Anas bin Malik, “Sesungguhnya di negeri ini terdapat kaum yang bersaksi di hadapan kita dengan kekafiran dan kemusyrikan serta mengingkari telaga dan pemberian syafaat. Apakah kamu telah mendengar sesuatu dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang hal tersebut?” Ia menjawab, “Ya. Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

Perbedaan— antara seorang hamba dengan kekafiran —atau kemusyrikan— adalah meninggalkan shalat. Apabila (shalat) ditinggalkan, maka ia telah berbuat syirik. Sedangkan telaga saya seperti antara Aylah dengan Makkah, seperti bintang-bintang di langit—atau beliau bersabda, bagaikan beberapa gugus bintang di langit— yang memiliki dua pancuran air dari surga dan setiap kali airnya meresap, dipancarkan (ditambah dan diperbanyak) kembali. Orang yang minum darinya satu teguk pasti tidak akan merasakan haus untuk selamanya. Akan dijauhkan dari mulut kaum yang nista serta tidak akan diberikan setetespun bagi mereka. Orang yang hari ini mendustainya tidak akan mendapatkan minuman darinya pada saat itu’.”

Hadits ini menerangkan bahwa mereka adalah ahli kiblat.

Arti yang kedua (diperuntukkan bagi orang-orang yang murtad), karena murtad adalah salah satu sifat golongan Khawarij, sedangkan pendustaan terhadap telaga Nabi adalah salah satu sifat golongan Mu’tazilah dan selain mereka. Adapun penyebutan yang ada dalam hadits Al Muwaththa ‘dari sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Mari datanglah” karena beliau mengenali mereka dari cahaya putih pada wajah dan tangan mereka, dari bekas wudhu, yang menjadi tanda khusus bagi umat beliau yang tidak dimiliki umat nabi-nabi yang lain.

  1. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anh, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdiri di hadapan kami sambil memberikan nasihat, beliau bersabda,

Sesungguhnya kalian semua akan dikumpulkan kepada Allah dengan telanjang bulat, ‘Sebagairnana Kami telah memulai penciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah satu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya. ‘(Qs. Al Anbiyaa’ [21]: 104) Orang yang pertama kali diberi pakaian adalah Ibrahim, dan beliau akan memanggil beberapa orang dari umatku dan membawa mereka ke arah kin, kemudian aku berkata sebagaimana seorang hamba yang shalih berkata, ‘Dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada diantara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan (mengangkat) aku Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka maka sesungguhnya Engkau Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. ‘(Qs. Al Maa’idah [5]: 117-118). Lalu dikatakan, ‘Mereka terus dalam kemurtadan terhadap ajaran mereka sejak kamu meninggalkan mereka’.” Hadits shahih.

Kemungkinan hadits ini ditujukan untuk ahli bid’ah, seperti pada hadits Al Muaththa’, namun mungkin juga ditujukan bagi orang-orang yang murtad setelah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meninggal dunia.

Dalam periwayatan At-Tirmidzi, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

“Orang-orang Yahudi terpecah menjadi tujuh puluh satu golongan dan orang-orang Nasrani sama seperti itu, sementara umatku terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan.” Hadits hasan shahih.

Ada juga riwayat lain yang insya Allah akan disebutkan.

Mayoritas ulama berpendapat bahwa golongan tersebut maksudnya adalah golongan ahli bid’ah.

  1. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

“Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu dengan mencabutnya secara langsung dari manusia, akan tetapi Dia mencabut ilmu dengan mematikan ulama, sehingga apabila tidak terdapat orang yang alim, maka manusia akan mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh. Mereka ditanya serta memberikan fatwa tanpa ilmu, maka mereka sesat dan menyesatkan” Hadits shahih.

Hadits tersebut diriwayatkan juga dari jalur lain dalam hadits Al Bukhari dan yang lain.

  1. Diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Mas’ud, ia berkata, “Barangsiapa ingin berjumpa dengan Allah esok hari dalam keadaan muslim, maka ia hendaknya menjaga shalat sebagaimana yang diserukan kepadanya, karena Allah telah mensyariatkan kepadamu Sunanul Nabi dan sesungguhnya shalat termasuk dari Sunanul Nabi. Apabila kamu shalat di rumahmu sebagaimana shalatnya orang yang menyelisihi di rumahnya, maka kamu telah meninggalkan Sunnah Nabimu, dan apabila kamu telah meninggalkan Sunnah Nabimu maka kamu dalam kesesatan.”

Perhatikanlah dengan baik bagaimana seseorang yang meninggalkan Sunnah dijadikan patokan sebagai kesesatan!

  1. Dalam suatu riwayat, “Apabila kamu meninggalkan Sunnah Nabimu, maka kamu telah kafir.” Ini adalah peringatan yang paling keras.
  2. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga bersabda,

“Sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kalian dua perkara yang sangat penting. Yang pertama adalah kitab Allah, yang di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya —dalam riwayat lain; dalamnya ada petunjuk— orang yang berpegang teguh dan mengambilnya maka ia berada di atas petunjuk, sedangkan orang yang menyimpang maka akan tersesat.”

  1. Dalam riwayat lain,

Barangsiapa mengikutinya maka ia berada di atas petunjuk dan barangsiapa meninggalkannya maka ia berada dalam kesesatan.

  1. Diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah dan yang lain dari Ibnu Wahhab, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

“Akan ada para Dajjal si pendusta diantara umatku yang membuat bid’ah dari hadits yang tidak pernah didengar o/ehmu dan orang tuamu. Jadi, berhati-hatilah terhadap mereka dan janganlah kamu teperdaya oleh mereka.”

  1. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

“Barangsiapa menghidupkan satu Sunnah dari Sunnah-Sunnahku setelah aku tiada, maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi sedikit pun pahala mereka. Sedangkan barangsiapa membuat bid’ah yang sesat, yang tidak diridhai Allah dan Rasul-Nya, maka baginya dosa seperti dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi sedikitpun dosa manusia.” Hadits hasan.

  1. Diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah dan yang lain dari Aisyah, ia berkata, “Barangsiapa mendatangi pembuat bid’ah guna mengukuhkannya, maka ia telah membantu menghancurkan Islam.”
  2. Diriwayatkan dari Al Hasan, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

“Apabila kamu ingin tidak tertahan dijembatan Shiratul Mustaqim, walaupun sekejap mata, hingga kamu —dapat— masuk surga, maka janganlah kamu membuat sesuatu yang baru dalam agama Allah dengan pendapatmu.

  1. Diriwayatkan dari Al Hasan, bahwa beliau bersabda,

“Barangsiapa mengikutiku maka ia termasuk golonganku, sedangkan barangsiapa membenci Sunnahku maka ia bukan termasuk golonganku.”

  1. Diriwayatkan oleh Ath-Thahawi, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

” Enam golongan yang kulaknat dan Allah juga melaknat mereka serta para nabi yang doanya dikabulkan (adalah): orang yang menambah-nambahkan ajaran Allah, orang yang mendustakan (mengingkari) takdir Allah, orang yang diberi kekuasaan namun menghinakan orang yang diagungkan Allah serta mengagungkan orang yang dihinakan Allah, orang yang meninggalkan Sunnahku, orang yang menghalalkan hal-hal yang diharamkan Allah, dan orang yang menghalalkan hal-hal yang diharamkan Allah dari keturunanku.

  1. Diriwayatkan dari Abu Bakar bin Tsabit Al Khathib,

“Enam golongan yang laknat mereka dan aku melaknat mereka —diantaranya—, orang yang berpaling dari Sunnahku kepada bid’ah.”

  1. Diriwayatkan oleh Ath-Thahawi, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

Sesungguhnya setiap ahli ibadah memiliki ketamakan dan setiap ketamakan mempunyai kecenderungan, baik mengikuti Sunnahku maupun mengikuti bid’ah. Barangsiapa kecenderungannya mengikuti Sunnahku maka ia mendapatkan petunjuk, sedangkan barangsiapa kecenderungannya kepada selainnya maka ia celaka.

  1. Diriwayatkan dari Mujahid —dalam kitab Mu’jam Al Baghawi—ia berkata, “Aku dan Abu Yahya bin Ja’dah pernah berkunjung ke rumah sedang sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dari kaum Anshar, ia berkata, ‘Para sahabat membicarakan seorang maula perempuan bani Abdul Muththalib di sisi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mereka berkata, “Wanita itu shalat malam dan berpuasa pada siang harinya secara terus-menerus”.’ Rasulullah lalu bersabda,

Akan tetapi aku tidur lalu shalat, dan aku berpuasa juga berbuka. Barangsiapa mengikutiku maka ia termasuk golonganku dan, barangsiapa membenci Sunnahku maka ia bukan termasuk golonganku. Sesungguhnya setiap pelaku kebaikan mempunyai ketamakan. kemudian kecenderungan. Barangsiapa kecenderungannya kepada bid’ah maka ia sesat, sedangkan barangsiapa kecenderungannya kepada Sunnah maka ia mendapat petunjuk’.

  1. Diriwayatkan dari Wa’il, dari Abdullah, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda,

Sesungguhnya manusia yang mendapat siksa paling pedih pada Hari Kiamat adalah seseorang yang membunuh nabi atau yang dibunuh oleh nabi dan pemimpin kesesatan yang menjadi contoh dari kaum muslim.”

  1. Dalam cuplikan hadits riwayat Khaitsamah, dari Sulaiman, dari Abdullah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

“Akan ada orang-orang setelahku yang mengakhirkan shalat dari waktunya dan mereka membuat bid’ah.” Abdullah bin Mas’ud berkata, “Bagaimana aku harus bersikap apabila aku mendapatkan mereka?” Beliau menjawab, “Kamu bertanya kepadaku wahai anak Ummu Abdullah seharusnya kamu bersikap? Tidak ada ketaatan kepada orang yang bermaksiat kepada Allah.

  1. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

‘Barangsiapa makan dari yang baik, berbuat sesuai Sunnah, dan manusia merasa aman dari kejahatannya, maka ia akan masuk surga.’ Seorang laki-laki bertanya, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya orang yang demikian itu pada hari ini sangat banyak.’ Beliau berkata, ‘Hal itu akan terjadi pada zaman setelahku’.” Hadits gharib.

  1. Diriwayatkan —dalam kitab Ath-Thahawh- dari Abdullah bin Amr bin Al Ash, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

“Bagaimana keadaanmu dan dengan putaran zaman —atau beliau berkata: Hampir-hampir tiba suatu zaman— yang akan membuat manusia binasa dengan kebinasaan yang tak terhingga, dan yang tersisa adalah kelompok manusia yang hina, yang melanggar perjanjian dan amanat yang ada pada diri mereka. Mereka berselisih sehingga menjadi seperti ini.” —beliau mengaitkan jari-jemari tangannya— Para sahabat lalu bertanya, “Apa yang harus kami lakukan wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Hendaklah kalian mengambil perkara yang kalian ketahui dan hendaklah kalian meninggalkan perkara yang kalian ingkari. Hendaklah kalian mengerjakan perkara orang-orang khusus kalian dan hendaklah kalian meninggalkan perkara orang-orang umum dari kalian.”

  1. Diriwayatkan oleh Ibnu Wahab —secara mursal— bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

Berhati-hatilah kalian terhadap Asy-Syi’ab.” Para sahabat bertanya, “Apa yang dimaksud dengan Asy-Syi’ab, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Pengikut hawa nafsu (aliran sesat).”

  1. Diriwayatkan oleh Ibn Wahab, bahwa Rasulullah bersabda,

Sesungguhnya Allah akan memasukkan seorang hamba ke dalam surga dengan Sunnah yang dipertahankannya.

  1. Dalam kitab As-Sunnah karangan Al Ajiri dari jalur periwayatan Al Walid bin Muslim, dari Mu’adz bin Jabal, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda.

‘Jika perkara bid’ah dan penghinaan kepada sahabat-sahabatku terjadi pada umatku, maka hendaklah orang alim menunjukkan ilmunya. Barangsiapa tidak melakukannya maka baginya laknat Allah, para malaikat, dan semua manusia’.

  1. Abdullah bin Al Hasan berkata, “Aku pernah bertanya kepada Al walid bin Muslim, ‘Apa yang dimaksud menampakkan ilmu?’ Ia menjawab, ‘Menampakkan Sunnah’.” Hadits-haduts tentang hal ini sangat banyak.

Para pembaca harus tahu bahwa sebagian hadits yang telah disebutkan tidak sampai pada status shahih, pencantumannya hanyalah sebagai pengamalan atas ketetapan yang telah dibuatkan oleh para ulama hadits dalam hadits-hadits Targhib wa Tarhib. Pada dasamya, celaan terhadap bid’ah serta para pelakunya telah ditetapkan dengan dalil-dalil yang pasti dari Al Qur’an dan Sunnah yang shahih. Adapun tambahan dari selain hal tersebut tidak menjadi halangan untuk dijadikan dalil, insya Allah.

Imam Asy Syathibi

_______________

 

[1] (Shahih Muslim, pembahasan tentang zakat dan ilmu) Lafazhnya di dalam pembahasan tentang ilmu, “Barangsiapa membuat Sunnah di dalam Islam dengan Sunnah yang baik dan diamalkan setelahnya, maka akan ditulis baginya pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya, tanpa mengurangi sedikit pun pahala mereka. Barangsiapa membuat Sunnah di dalam Islam dengan Sunnah yang buruk dan dikerjakan setelahnya, maka baginya dosa seperti dosa orang yang mengerjakannya tanpa mengurangi sedikit pun dosa mereka.” Lafazhnya di dalam pembahasan tentang zakat, “Barangsiapa membuat Sunnah di dalam Islam dengan Sunnah yang baik maka baginya pahala dan pahala orang yang mengerjakannya setelahnya, tanpa mengurangi sedikit pun pahala mereka. Barangsiapa membuat Sunnah (kebiasaan) di dalam Islam dengan Sunnah yang buruk, maka baginya dosa dan dosa orang yang mengerjakannya setelahnya, tanpa mengurangi sedikit pun dosa mereka.” Kita tidak tahu tujuan pengarang mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[2] ‘Ir dan Tsaur adalah nama gunung.